Tangis
Dalam Mujahadah
Tafaakur Dan ‘Ibrah.
1.
Pemimpin yang berilmu serta bertaqwa
kepada Allah Swt merupakan pintu ummat dalam menuju kebahagiaan dan kedamaian. Demikian
sebaliknya, masyarakat yang dipimpin oleh orang bodoh dan lagi durhaka akan
terbawa kedalam kehancuran. Rasulullah Saw
bersabda:
أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ
وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Afat agama ada tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang
tidak adil dan orang bodoh yang menafsiri Qur’an dan hadis (HR. Dailami, Jami’
as-Shaghir).
إِنَّ
أَخْوَفَ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيْمُ اللِسَانِ
Sesungguhnya yang paling aku takuti dari sesuatu yang aku
takutkan pada ummatku, adalah orang munafiq
yang alim lisannya (HR. Imam Ahmad bin Hanbal, Jami’ as-Shaghir).
أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي ثَلاَثًا
زِلَّةُ عَالِمٍ وَجَدَالُ مُنَافِقٍ بِالْقُرْآنِ وَالتَكْذِيْبِ بِالقَدَرِ.
Aku menakutkan
tiga perkara terhadap ummatku : hilangnya orang alim, perdebatannya orang
munafiq tentang al-Qur’an dan pendustaan terhadap taqdir (HR. Thabrani, Jami’
as-Shaghir).
2.
Seseorang, masih dikelompokkan
kedalam golongan orang munafik, selama malas mendirikan shalat, ketika
beribadah suka berbuat riya’/ tidak ikhlas (tidak LILLAH BILLAH, dalam istilah
Wahidiyah), serta sangat sedikit waktu yang digunakan untuk ingat kepada Allah
Swt. Firman Allah Swt, Qs. an-Nisa’ : 142 :
إنَّ
المُنَافِقِينَ يُخَادُعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى
الصَلاَةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاؤنَ النَاسَ وَلاَيَذْكُرُونَ اللهَ إلاَّ
قَلْيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafiq (ingin)
menipu Allah, (tapi) Allah-lah yang akan (membalas) tipudaya mereka. Dan ketika
mendirikan shalat, mereka mendirikannya dengan malas, serta memperlihatkan
(ibadahnya) kepada manusia. Dan mereka tidak ingat kepada Allah kecuali
sedikit.
Bahkan dalam surat at-Taubah ayat 54,
dijelaskan bahwa malas mendirikan shalat termasuk sifat dari orang kafir kepada
Allah dan rasul-Nya.
إِنَّهُمْ كَفَرُوْا بِاللهِ وَبِرَسُولِهِ
وَلاَيأْتـُونَ الصَلاَةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلاَ يُنْفـِقُونَ إِلاَّ
وَهُمْ كَارِهُونَ
Sesungguhnya mereka yang kafir dengan Allah (billah) dan
dengan rasul-Nya (birrasul), dan mereka tidak mengerjakan shalat kecuali dengan
malas, dan tidak menginfaqkan hartanya kecuali dengan terpaksa.
3.
Tidak terjebak oleh gemerlapnya
duniawi, sadar kembali kepada Allah Swt dan mempersiapkan bekal kematian
sebelum kematian; merupakan tanda-tanda orang yang jiwanya dipenuhi dengan
cahaya Tuhan. Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ النُوْرَ إِذَا دَخَلَ القَلْبَ انْتسَحَ وَانْشَرَحَ. فَقِيْلَ : يَارَ سُولَ اللهِ هَلْ لِذَالِكَ
مِنْ عَلاَمَاتِ يُعْرَفُ بِهَا ؟. فَقَالَ : التَجَافَى
عَنْ دَارِالغُرُورِ, وَالإِنَابَة إِلَى دَارِالخُلُودِ, وَالإَسْتِعْدَادِ
لِلْمَوْتِ فَبْلَ نُزُولِ المَوْتِ
Sesungguhnya
“nur”(Ilahiyah) ketika telah masuki hati, maka Allah melebarkan hatinya. Kemudian ditanyakan : Wahai
Rasulullah untuk hal tersebut, adakah tanda-tanda untuk mengetahuinya?. Rasulullah
menjawab : berpaling dari kehidupan duniawi yang menipu dan kembali
(inaabah) kepada rumah abadi (Allah) serta mempersiapkan mati sebelum kematian (HR.
al-Hakim dan Imam Baihaqi).
4.
Dapat menangis ketika dzikir
kepada Allah Swt, merupakan tanda-tanda orang yang mendapatkan
perlindungan-Nya. HR. Bukhari dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah Saw bersabda :
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ : الإمَامُ
العَادِلُ, وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبِادَةِ
رَبِّهِ, وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي
المَسَاجِدِ, وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا
عَلَيْهِ, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي
أَخَافُ اللهَ, وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لاَتَعْلَمُ شِمَالُهُ مَا
تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ, وَرَجُلٌ ذَكَرَ
اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ.
Tujuh kelompok manusia, Allah
akan memayunginya dalam payung-Nya pada hari yang sudah tidak ada payung
kecuali payung-Nya : 1).Imam yang adil. 2).Remaja yang bersemangat tinggi dalam
mengabdi kepada Tuhannya. 3).Lelaki yang hatinya senantiasa terpaut
dengan masjid. 4).Dua orang lelaki yang saling mendekati karena urusan
agama Allah. Mereka berkumpul dan berpisah diatas agama-Nya. 5).Lelaki
yang dirayu oleh wanita yang memiliki kedudukan atau harta serta memiliki
kecantikan, tetapi ia menjawab : Sungguh aku takut kepada Allah. 6).Seseorang
yang bersedekah dengan rahasia, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
diinfaqkan oleh tangan kanannya. 7).Seseorang yang dzikir kepada Allah
dalam kesunyian, kemudian mengalir air matanya.
Sebab-Sebab Menangis.
Menangis merupakan gejala dan fenomena
psikologis (peristiwa kejiwaan). Setiap manusia pernah mengalami menangis. Baik
ketika bayi, masa kanak-kanak, dewasa menjadi remaja, ketika sudah menjadi
orang tua bahkan menjadi nenek-nenekpun bisa menangis. Motifasi (dorongan)
menangis itu bisa terjadi dari berbagai macam sebab. Tangisan bayi merupakan
bahasa untuk memberi tahukan keadaan dirinya dan apa yang dibutuhkan; lapar,
haus, badan terasa kotor, terkena pipis, badan tidak enak/ sakit dan
sebagainya. Rasulullah Saw mengabarkan bahwa; tangisan bayi yang baru lahir,
dikarenakan disentuh oleh setan. Sedangkan tangis bayi sampai umur 4 tahun
adalah merupakan istighfar permohonan magfirah
atas dosa kedua orang tuanya. Orang yang susah karena mengalami musibah
atau penderitaan yang berat seperti sakit, kematian sanak famili, kehilangan
kekasih, kehilangan harta benda dan sebagainya bisa menangis. Orang yang
terlalu senang dan gembira juga bisa menangis. Terlalu takut kepada sesuatu
juga bisa menangis. Pokoknya, menangis dapat selalu terjadi dalam situasi dan
kondisi yang bermacam-macam, selama fikiran masih normal. Orang gila atau orang
yang tidak normal otaknya tidak bisa menangis. Kalaupun kedengaran suara dia
menangis, tidak keluar air mata, sebagaimana tangisnya orang yang masih normal fikirannya.
Jelaslah bahwa dorongan menangis itu
datang dari jiwa diri orang yang menangis itu sendiri, karena adanya sentuhan
jiwa atau rangsangan batin. Tangis tidak bisa diada-adakan atau dipaksakan dari
luar tanpa ada sesuatu yang merangsang menyentuh kedalam jiwa. Begitu juga kita
tidak dapat memberhentikan orang yang sedang menangis begitu saja. Bagaimanapun
usaha kita, dengan kekerasan sekalipun, kita tidak dapat menahan orang jangan
menangis atau supaya berhenti menangis. Tangis itu akan berhenti dengan
sendirinya juga telah datang “sesuatu“ yang merangsang jiwanya, yang meredakan
kegoncangan batinnya. Usaha menahan tangis dari luar, hanya sekedar membantu
proses datangnya “sesuatu“ yang menentramkan kegoncangan jiwa tadi. Jadi juga
ada manfaatnya. Dan memang harus diusahakan oleh orang-orang yang ada di
sekeliling orang yang sedang mengalami kegoncangan jiwa seperti itu.
Didalam Mujahadah Wahidiyah, banyak
kita jumpai dan bahkan sering kita sendiri mengalami menangis. Dalam pada itu
sering kita menangis tidak mengetahui sebab-sebabnya. Tahu-tahu menangis begitu
saja tanpa ada sebab. Tetapi pada satu tempo kita mencoba mengusahakan dan
memaksakan diri kita untuk bisa menangis, tetapi itu juga tidak berhasil bisa
menangis, walaupun dalam keadaan mujahadah sekalipun. Begitu juga pernah
terjadi bahwa pada satu tempo ketika bermujahadah kita tidak dapat menguasai
diri dari menangis, tidak mampu mengendalikan tangis sampai tercetus suara
jeritan-jeritan yang keras. Mengapa begitu ?. Jawabnya yang tepat : Allahu
A’lam. Kemampuan rasio tidak mampu mengadakan pendekatan-pendekatan,
lebih-lebih membuat analisa rasional.[1]
Menangis, sangat berkaitan dengan
kepekaan atau sensitifitas jiwa terhadap sesuatu yang ditangisi atau disesali.
Sebagai misal, ditengah-tengah masyarakat terdapat seseorang yang cepat dan
mudah merasa malu serta menyesal dengan kesalahan yang sederhana atau sedikit.
Namun ada juga seseorang yang memiliki kesalahan yang cukup banyak dan berat,
namun tidak memiliki malu dengan tetangga lingkungan, tidak ada penyesalan,
bahkan bangga dengan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya. Diantara
manusia; ada yang memiliki rasa belas kasihan kepada kaum yang lemah, kaum yang
tertindas, dan kemudian membela dan memperjuangkannya. Namun ada juga seseorang
yang tidak memiliki perhatian dan keprihatinan sama sekali terhadap kaum
tersebut. Rasa kasihan dan ingin membela kaum yang lemah, keprihatinan terhadap
dekadensi moral, atau memiliki rasa malu tentang kesalahan diri, baik kepada
diri sendiri, kepada ummat masyarakat, lebih-lebih kepada Allah Swt wa Rasulihi
Saw, tidak berkaitan dengan keintelektualan seseorang, tapi berkaitan dengan
kepekaan jiwa.
Demikian pula kepada Allah Swt,
diantara mukmin ada yang mudah memiliki rasa malu dan benar-benar takut kepada
Allah Swt dengan kesalahan ringan (dosa kecil) apalagi dosa besar, dan kemudian
menyesal dan menagis serta sungguh-sungguh bertaubat. Dan ada juga diantara
mukmin yang mengerti jika dirinya banyak dosa, penuh kesalahan dan sangat
sedikit kebaikannya, akan tetapi hatinya tidak memiliki rasa malu apalagi takut
kepada Allah Swt. Jelasnya, menangis kepada Allah Swt berkaitan sekali dengan
kepekaan jiwa seseorang terhadap dosa yang dilakukan, dan bukan berkaitan
dengan akal dan banyaknya ilmu yang dikuasainya. Artinya, hampir setiap orang
memiliki pengertian, kalau manusia merupakan makhluk yang banyak berdosa kepada
Allah Swt, namun mereka tidak merasa malu kepada Allah Swt. Rasa malu dan takut
bukanlah perbuatan akal, melainkan perbuatan hati. Sebagaimana iman, juga bukan
merupakan perbuatan akal dan fikiran, akan tetapi perbuatan hati atau jiwa.
Diantara hal yang dapat menyebabkan
menangis karena Allah Swt :
1.
Dapat memahami tentang
kemurkaan Allah Swt kepada dirinya.
Kebutaan hati kita terhadap
kemurkaan Allah Swt terhadap dosa-dosa diri serta kelalaian dari memikirkan
azab yang pedih diakhirat, menyebabkan seseorang tidak memiliki rasa susah.
Sekiranya, mukmin mengetahui sebagaimana yang diketahui oleh Rasulullah Saw,
niscaya mudah menangis dan malu kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda (HR. Bukhari sahabat Anas Ibn Malik Ra) :
لَوْ تَعْلَمُوْنَ
مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا. قَالَ: فَغَطَّى
أَصْحَاب رَسُولِ اللهِ
صلى اللهُ عَليهِ وَسَلَّمَ وُجُوهَهُم
لَهُمْ خَنِيْنٌ
Jika kamu semua mengetahui seperti apa yang aku ketahui,
pasti kamu semua sedikit tertawa dan banyak menangis. Sahabat Anas berkata : Kemudian semua sahabat
Rasulullah Saw menyembunyikan wajahnya (karena malu), dan menangis
bersenggukan.
Dalam kitab As-Syifa-nya Syeh Abul Fadlol ‘Iyadl,
terdapat hadis dengan redaksi :
لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً
وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرًا
وَمَا تَلَذَّ ذْتُمْ بِالنِسَاءِ, وَلَخَرَجْتُمْ إِلَى الصَعَدَا تِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ
Dan kamu semua tidak terlalu berpuas-puas dengan
wanita ditempat tidur, dan pasti kamu semua keluar menuju tempat yang ramai,
kemudian kamu mengeraskan suara (untuk menangis).
Kata الصُعَدَاتِ = as-sha’adaat, sebagaimana diterangkan dalam kitab Muzilul
Ikhfa ala Alfadhi as-Syifa-nya Syeh Ahmad as-Syuni, memiliki arti : jalan
atau tempat yang ramai dan yang banyak dilewati oleh manusia. Dan arti kata
taj-aruun adalah : mengeraskan suara ketika menangis dengan tanpa
dibuat-buat.
2.
Dapat memahami kebesaran dan
keagungan Allah Swt. Dengan pemahaman ini seseorang akan dapat melihat dirinya
yang lemah yang sangat membutuhkan kasih dan sayang-Nya. HR. al-Haakim
dari Anas bin Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ ذَكَرَ اللهُ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ
اللهِ حَتَّى يُصِيْبَ الأَرْضُ مِنْ دُمُوعِـهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ يَوْمَ
القِيَامَةِ
Barang
siapa yang ingat kepada Allah kemudian mengalir airmatanya dari takut kepada
Allah hingga bumi kejatuhan airmatanya, maka Allah tidak akan menyiksanya
dihari kiamat
3.
Rendahnya iman dan takut kepada
Allah Swt.
HR. Bukhari dari Abdullah Ibn Mas’ud
Ra, Rasulullah
Saw bersabda :
إِنَّ المُؤْمِنُ يَرَى ذَنُوْبَهُ
كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلِ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ وَإِنَّ الفَاجِرَ
يَرَى ذَنُـوبَهُ كَـذُبَابِ مَرَّ عَلَى أَنْـفِهِ
Sesungguhnya
orang yang
beriman adalah
(orang) yang dapat melihat dosa-dosanya bagaikan orang yang duduk dibawah
gunung, dia takut akan kejatuhan gunung. Sedang orang yang durhaka, dalam
melihat dosa-dosanya bagaikan orang melihat lalat yang menempel diatas
hidungnya dan yang mudah diusir.
4.
Kurang memiliki malu kepada
Allah Swt terhadap dosa diri dan keprihatinan terjadinya kamaksiatan
ditengah-tengan masarakat.
HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah Ibn Umar Ra,
Rasulullah Saw bersabda :
لاَتَدْخُلُوا عَلَى هَؤُلاَءِ المُعَذَّبِيْنَ إِلاَّ أَنْ تَكُونُوا
بَاكِيْنَ, فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا بَاكِيْنَ فَلاَ تَدْخُلُواعَلَيْهِمْ
لاَيُصِيْبُكُمْ مَاأَصَابَهُمْ.
Janganlah kamu semua masuk kedalam lingkungan orang-orang yang berbuat
dosa, kecuali kamu menangis. Jika kami tidak menangis, janganlah kamu
memasukinya, kamu tidak akan mendapatkan musibah seperti yang menimpa mereka.
HR. Muslim dan Tirmidzi Rasulullah Saw bersabda : الحَيَاءُ مِنَ الإيْمَانِ : rasa malu (kepada Allah Swt) itu bagian dari iman.
HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari
Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ
يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian tertawa, maka dia
masuk neraka sambil menangis.
5.
Kurang memohon hidayah Allah
Swt agar diberi kemampuan untuk menangisi dosa yang dilakukan.
أللهُمَّ
ارْزُقْنِي عَيْنَيْنِ هَطَالَتَانِ
: Ya Allah, berilah
aku dua mata yang mudah menangis.
Bimbingan Menangis
Dalam kitan al-Adzkar-nya Imam
Nawawi pada nomer hadis 964, dijelaskan bahwa Uqbah Ibn Amir bertanya kepada
Rasulullah Saw : Wahai Rasulullah apakah keselamatan itu ?. Rasulullah
Saw menjawab : أَمْسِكْ
عَلَيْكَ لِسَانَكَ, وَلْيَسعْكَ بيْتُكَ وَابْكِ عَلَى خَطِيْئَتِكَ : Jagalah lisanmu, dan kamu merasa luas (betah) dalam
rumahmu, dan menangislah atas dosa-dosamu.
Berkaitan dengan hadis ini, Syeh Abdul Qadir Jailani Ra,
mengatakan :
وَعَلاَمَةُ صَحَّةُ النَدَمِ : رِقَّةُ القَلْبِ, وَغَزَارَةُ
الدَمْعِ. وَلِهَذَا رُوِيَ عَنِ النَبِي
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : جَالِسُوا التَوَّابِيْنَ
فَإِنَّهُمْ أَرِقُّ أَفْئِدَةٍ.
Tanda-tanda benarnya penyesalan adalah halus (peka)-nya
hati, derasnya airmata. Dan hal demikian ini, sebagaimana diriwayatkan dari
Nabi Muhammad Saw yang bersabda :“Duduklah kamu semua bersama orang-orang yang
bertaubat. Sesungguhnya mereka sehalus-halusnya perasaan”.
Rasa malu kepada Allah Swt dapat
muncul dalam hati, setelah sesorang dapat melihat dosa-dosanya baik dosa
lahiriyah maupun dosa batiniyah, kemudian merasa dilihat oleh Allah Swt Dzat
Yang Maha Perkasa.
Menangis karena dosa dari setiap mukmin, berbeda-beda. Dan
kwalitas menangisnya mukmin dapat dikelompokkan kedalam tiga keadaan :
1. Diantara
mereka ada yang diberi kemampuan oleh Allah Swt penyesalan terhadap perbuatan
maksiat sangat dalam, tapi dapat menahan tangisan tanpa suara keras. Hingga
setiap orang yang didekatnya dapat terpengaruh jiwanya dan kemudian ikut
menangis dan memohon ampun kepada Allah Swt.
2. Diantara
mukmin ada yang belum mampu menahan tangisan, dan karenanya sering menangis
dengan suara agak keras. Hingga jiwa orang yang ada didekatnya tidak
terpengaruh untuk ikut menangis dan bertaubat.
3. Diantara
mereka ada pula mukmin yang menangis dengan suara yang kurang menyenangkan bagi
orang yang ada didekatnya. Hingga menimbulkan kesalah pahaman dari orang-orang
yang tidak mengerti keadaan jiwa dari orang yang menyesali dosa dan bertaubat
tersebut.
Menangis karena dosa yang muncul dari hati sebaiknya tidak
dengan cara menjerit-jerit. Cara menjerit-jerit dalam menangis merupakan ajakan
dari setan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : البُكَاءُ مِنَ الرَحْمَةِ وَالصُّرَاخُ مِنَ الشَيْطَانِ. : Menangis itu dari rahmat (Allah), sedangkan
menjerit-jerit itu dari setan. [3] Dan, بُكَاءُ المُؤْمِنِ مِنْ قَلْبِهِ وَبُكَاءُ
المُنَافِقِ مِنْ هَامَتِهِ : Menangisnya
orang mukmin dari hatinya, sedangkan menangisnya orang munafiq dari kepalanya. [4]
Tempat iman
didalam hati sanubari. Dengan kata lain “iman merupakan perbuatan hati”.
Demikian pula rasa takut atau rindu kepada Allah Swt atau terharu dengan
kebesaran serta keagunga-Nya, juga merupakan perbuatan hati. Orang yang beriman
kepada Allah Swt secara benar, sudah tentu ketika menangis karena dosa keluar
dari lubuk hati yang dalam. Sedangkan tangisan orang munafik, bukan disebabkan
oleh rasa takut atau malu kepada Allah Swt. Akan tetapi lebih disebabkan oleh
rasa malu kepada sesama manusia serta takut terhadap cacian dan fitnahan dari
masarakat. Mungkin tangis mereka dibuat-buat, atau berpura-pura menangis.
Meski demikian, menangisnya
kelompok ketiga selama diniatkan melaksanakan tuntunan rasul (tangis
tangiskanlah) tetap merupakan ibadah kepada Allah Swt. Karena bagi orang yang
hatinya keras tidak mungkin tumbuh rasa malu kepada Allah Swt apalagi menangis
karena-Nya. Tangisan kelompok ketiga ini tercermin dalam sabda Rasulullah Saw
bersabda : يَآأَيُّهَا النَاسُ أُبْكُوْا فَاِنْ لَمْ تَبْكُوْا
فَتَبَاكَوْا : Wahai manusia, menangislah kamu
sekalian. Maka jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah agar bisa menangis. [5]Dan, أُتْلُوا القُرْأَنَ وَابْكُوا فَإِنْ
لَمْ تَبْكُوا فَتَبَاكَوْا : Bacalah al-Qur’an dan menangislah kamu. Jika kamu belum
(dapat) menangis, tangis-tangiskanlah. [6]
Berkenaan dengan hadis tentang
menangis-nangiskan diri karena dosa, Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkaar,
pada kitab “Tilawatul Qur’an”, pasal “adab membaca al-Qur’an”, menjelaskan :
وَيُسْتَحَبُّ البُكَاءُ وَالتَبَاكِي
لِمَنْ لاَ يَقْدِرُ عَلَى البُكَاءِ. فَإِنَّ البُكَاءَ عِنْدَ القِرَأَةِ صِفَةُ
العَارِفِيْنَ وَشِعَارُ عِبَادِاللهِ الصَالِحِيْنَ
Dianjurkan (bagi pembaca al-Qur’an) menangis dan
mentangis-tangiskan diri bagi seseorang yang belum mampu menangis. Sesungguhnya
menangis ketika membaca al-Qur’an merupakan sifat para arifin dan syi’arnya
para hamba Allah yang shalih.
Tentang kondisi hati mukmin yang
menangis karena Allah Swt, Al-Ghauts fii Zamanihi al-Arif Billah Syeh
Syihabuddin as-Suhrawardi Ra menjelaskan bahwa orang yang menangis karena Allah
Swt tidak lepas dari salah satu 3
keadaan : [7]
فَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي خَوْفًا, وَمِنْهُمْ مَنْ يَبْكِي
شَوْقًا, وَمِنْهُمْ مِنْ يَبْكِي فَرْحًا. وَاَعْلاَهَا بُكَاءُ الفَرْحِ
Diantara mereka terdapat orang yang
menangis karena takut (kepada Allah Swt), dan diatara mereka menangis karena
rindu (kepada-Nya), dan diantara mereka menangis karena bahagia (dekat
dengan-Nya). Dan yang tertinggi nilainya adalah menangis karena bahagia.
Imam Qurthubi dalam tafsirnya
menjelaskan: bahwa mengalirnya airmata bagi orang yang ahli dzikir kepada Allah
Swt, merupakan air mata yang diridlai olah Allah Swt.
وَفَيْضُ العَيْنِ
بِحَسَبِ حَالِ الذّاكِرِ وَمَا يَنْكَشِفُ لَهُ فبُكَاءُهُ خَشْيَةٌ مِنَ اللهِ حَالَ أَوصَافِ
الجَلاَلِ وَشوْقًا إلَيْهِ سُبْحَانَهُ حَالَ أَوْصَافِ الجَمَالِ
Dan aliran
airmata, orang-orang yang ahli dzikir, adakalanya karena takut kepada Allah
sebab mereka sadar akan ke-Maha Perkasa-an Allah, dan adakalanya karena rindu
kepada-Nya sebab mereka terharu ke-Maha Indah-an Allah.
Tentang arti khasyyah yang
diperintahkan oleh al-Qur’an dan hadis, dalam kitab Dalilul Falihin,
juz II pada bab keutamaan menangis karena Allah, dijelaskan : [8]
الخَشْيَةُ : الخَوْفُ المَقْرُوْنُ بِاِجْلاَلٍ, وَذَالِكَ
لِلْعُلَمَاءِ بِاللهِ. كَمَا قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّما يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ
Khassyah : takut (kepada Allah) yang disertai
pengagungan, dan hal ini – hanya kebiasaan ulama yang Arif billah.
Sebagaimana firman Allah Swt : Sesungguhnya orang yang memiliki khasyyah
kepada Allah dari beberapa hamba-Nya, hanyalah Ulama (dalam Qs. Fathir : 11).
Dan disebutkannya kata “al-dzaqan” karena ia
merupakan pertama kali yang tersentuh tanah (sujud) dengan
maksud dimasjid.
Menangis karena Allah Swt merupakan
sesuatu yang muncul dari lubuk hati yang terdalam sebagai tempat iman, ma’rifat
dan Nur Ilahiyah, dan bukan dari akal, fikiran atau hati bagian luar. Dengan
demikian, sebagaimana penjelasan dari Syeh Syihabuddin as-Suhrawadi, menangis
kerena Allah Swt yang dialami oleh mukmin adalah :
وَيَكُونُ البُكَاءُ فِي اللهِ فَيَكُونُ للهِ, وَيَكُونُ
بِاللهِ وَهُو الأَتَمُّ
Tangisan dalam Tuhan, adalah yang didasari LILLAH (atas
perintah Allah), dan tangisan BILLAH (sebab pertolongan dan kehendak Allah),
adalah yang sempurna.[9]
Yang
dimaksudkan tangis dalam ke-Tuhanan (Fillah) adalah tangisan yang dilakukan
oleh mukmin karena perintah Allah Swt. Sedangkan billah, adalah terjadinya
tangisan mukmin bukan atas usahanya, melainkan atas kehendak Allah Swt. Dan
tangisan terakhir inilah yang sempurna.
Dalam kelompok manapun kita menangis, kita harus bersyukur. Dan alhamdulillah
tangis yang terjadi di dalam Wahidiyah adalah tangis yang berorientasi
(berhubungan atau berkaitan) kepada Allah wa Rasulihi Saw. Tangis di dalam
Wahidiyah tidak menangisi soal harta atau apa saja yang bersifat kebendaan/
material. Motif tangis di dalam Wahidiyah dapat terjadi dari bermacam-macam
faktor. Antara lain tangis karena ada sentuhan jiwa yang halus sehingga merasa
penuh berlumuran dosa, penuh berbuat kedhaliman, merugikan orang lain dan
masyarakat dan sebagainya. Merasa
berdosa, berdosa kepada Allah Swt, berdosa kepada Rasulullah Saw, berdosa
terhadap orang tua, terhadap anak dan keluarga, terhadap guru, terhadap
pemimpin, terhadap bangsa dan negara, terhadap Perjuangan Kesadaran FAFIRRUU
ILALLAH WA RASULIHI SAW, terhadap makhluq lingkungan hidupnya dan sebagainya.
Diantaranya lagi, karena sentuhan batin berupa “syauq dan mahabbah“ ( rindu dan
cinta ) yang mendalam kepada Allah Swt dan kepada Junjungan kita Kanjeng Nabi
Besar Muhammad Saw. Tangis karena kagum melihat keagungan Allah Swt, melihat
sifat Jamal dan Kamal Allah Swt, terharu tergores hatinya melihat kasih sayang
dan jasa serta pengorbanan Junjungan kita Rasulullah Saw, kepada para umat,
terhadap dirinya yang menangis terutama.
D. Menangis Sebagai
Akhlak Rasulullah Saw.
Tangis yang ada hubungannya kepada
Allah Swt adalah tangis yang banyak dilakukan oleh para auliyaillah, nabi,
mulai dari Nabi Adam As sampai Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagaimana keterangan dalam hadis
dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Dia berkata : Rasulullah Saw bersabda : [10]
إِقْرَأْ عَلَيَّ
القُرْانَ. قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللهِ أَأَقْرَأُ عَلَيْكَ
وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ ؟ .قَالَ : إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي. فَقَرَأْتُ
عَلَيْهِ سُورَةَ النِسَاءِ حَتَّى إِلَى هَذِهِ الاَيَةِ (فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا
مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيْدًا) قَالَ :
حَسْبُكَ الاَن. فَالْتَفَتُّ إِلَيْهِ
فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِقَانِ
Bacakanlah untuk-KU ayat al-Qur’an. Aku menjawab : Wahai
Rasulullah, apakah aku membacanya
dihadapan Tuan, sedangkan Qur’an diturunkan kepada-MU.
Rasulullah Saw bersabda
: Sungguh Aku senang mendengarkannya selain dari-Ku.
Kemudian aku membacakan untuk-Nya
surat an-Nisa’, hingga ini ayat
فَكَيْفَ
إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيْدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ
شَهِيدًا
= Bagaimanakah, ketika Kami (Allah) mendatangkan bagi setiap ummat
seorang saksi, dan Kami datangkan Kamu (Muhammad) kepada mereka sebagai saksi
bagi mereka.
Rasulullah Saw berkata : Cukupkan
bacaanmu sampai disitu saja. Kemudian aku menengok kepada-Nya, ternyata
kedua mata Beliau mengalirkan airmata.
Rasulullah Saw merupakan manusia yang paling sayang dan
kasih kepada ummatnya. Beliau Saw sering menangis, ketika ingat atau mengetahui
ummat-Nya berbuat durhaka.
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَلاَ قَوْلَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي
إِبْرَاهِيْمَ : رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي
فَإِنَّهُ مِنِّي.
وَقَالَ عِيْسَى: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تغْفِرْ لَهُمْ
فَإِنَّكَ أَنْتَ العِزِيْزُ الحَكِيْم. فَرَفَعَ يَدَ يْهِ. وَقَالَ: أُمَّتِي ...أُمَّتِي ... وَبَكى فَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ : يَا جِبْرِيْلُ
إِذْهَبْ إِلَى مُحَمَّدٍ وَرَبُّكَ أَعْلَمُ فَسَلْهُ : مَا يَبْكِيْكَ ؟.
فَأَتَاهُ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَلاَمُ فَسَأَلَهُ فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِمَا قَالَ وَهُوَ أَعْلَمُ ؟ فَقَالَ اللهُ : يَا جِبْرْيلُ إِذْهَبْ
إِلَى مُحَمَّدٍ. فَقُلْ
: إِنَّا سَنُرْضِيْكَ فِي أُمَّتِكَ وَلاَ نَسُؤُكَ
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw
membaca firman Allah ‘Azza wa Jalla tentang do’a Nabi Ibrahim: “Ya Tuhan-ku,
sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia,
maka barang siapa yang mengikutiku, maka sungguh orang itu termasuk
golonganku”. (dalam Qs. Ibrahim : 14). Dan Nabi Saw (membaca firman Allah
Swt tentang doa Nabi ‘Isa : Jika Engkau (Allah) menyiksa, maka
sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Dan jika Engkau mengampuninya,
sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (dalam Qs, al-Maidah :
118).
Kemudian Rasulullah mengangkat
kedua tangannya dan berkata: Ya, Allah, ummatku… ummatku…ummatku…. Dan
menangis. Maka Allah Azza wa Jalla bersabda : Wahai Jibril pergilah kamu kepada
Muhammad – sedangkan Tuhanmu lebih Mengetahui – Bertanyalah kepadanya, apa yang
membuatnya menangis ?.
Kemudian Jibril mendatangi
Rasulullah Saw untuk bertanya kepada Beliau. Dan Rasulullah memberitahu kepada
Jibril tentang sesuatu yang dikatakan kepada Tuhan - (Allah lebih mengetahui).
Allah Ta’ala berfirman : Wahai Jibril pergilah kamu kepada Muhammad, katakanlah
kepadanya : Sesungguhnya Kami (Allah) akan meridlaimu dalam urusan ummatmu dan
Allah tidak membuatmu sedih.
Benar-benar tinggi kepekaan jiwa yang
dimiliki oleh para nabi dan rasul terhadap kebesaran Allah Swt, serta tinggi
rasa takut kepada-Nya. Misalnya :
1.
Nabi Daud As, setelah sedikit saja terpeleset dalam kesalahan, sesegera
saja bertaubat, menangis dan sujud kepada Allah Swt untuk memohon ampunan
selama 40 hari, hingga tanah yang dijadikan tempat sujud dan menangis tumbuh
rumputnya. [12] Dan semua
sifat-sifat mulia tersebut patut untuk diteladani, bukan sekedar dimengerti.
2.
Kanjeng Nabi Adam As setelah
dikeluarkan dari surga, menangis selama seratus tahun, menyesali kekhilafannya,
bertaubat memohon ampunan kepada Allah Swt. Bahkan, sejak bumi ada dan sampai
kapanpun, nilai tangisan seluruh ahli bumi belum sebanding dengan nilai
tangisan Nabi Adam As. Diriwayatkan dari Buraidah, Rasulullah Saw bersabda : [13] لَوْ
أَنَّ بُكَاءَ دَاوُدَ وَبُكَاءَ جَمِيْعِ أَهْلِ الأرْضِ يُعْدَلُ بِبُكَاءِ
آدَمَ مَا عَدَلَهُ: Sesungguhnya jika tangisan Nabi Daud dan tangisan
seluruh ahli bumi dibandingkan dengan tangisan Nabi Adam, maka belum
membandinginya.
Demikian tinggi kepekaan jiwa suci Nabiyullah Adam As. Sebagai bapak jasmani
seluruh manusia, Beliau As sangat sedih, prihatin dan menangis, jika melihat
keturunannya berbuat durhaka kepada Allah Swt. Namun, sayang sekali, kita
sebagai keturunannya, alih-alih menangisi kedurhakaan diri, merasa malu kepada
Allah Swt saja tidak. Bahkan, terkadang hati kita merasa risih ketika mendengar
hamba Allah Swt yang sedang menangisi dosa-dosanya.
فَلَمَّا فتَحَ عَلَوْنَا السَمَاءَ الدُنْيَا فَإِذَا
رَجُلٌ قَاعِدٌ عَلَى يَمِيْنِهِ أَسْوِدَةٌ وَعَلَى يَسَارِهِ أسْوِدَةٌ إِذَا
نَظَرَ قِبَلَ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ قِبَلَ يَسَارِهِ بَكَى فَقَالَ :
مَرْحَبًا بِالنَبِيِّ الصَالِحِ والاِبْنِ الصَالِحِ, قُلْتُ لِجِبْرِيْلَ : مَنْ
هَذَا؟ قَالَ : هَذَا أَدمُ وَهَذِهِ الأَسْوِدَةُ عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ
نَسَمُ بَنيْهِ, فَأَهْلُ اليَمِيْنِ مِنْهُمْ أَهْلُ الجَنَّةِ وَالأَسْوِدَةُ
التِي عَنْ شِمَالِهِ أَهْلُ النَارِ وَإِذَا نَظَرَعنْ يَمِيْنِهِ ضَحِكَ وَإِذَا نَظَرَ
قِبَلَ شِمَالِهِ بَكَى
Ketika malaikat membuka (gerbang), kami naik
kelangit dunia. Ternyata ada seorang laki-laki sedang duduk. Disebelah kanan
dan kirinya terdapat sejumlah orang. Ketika lelaki itu menoleh ke arah kanan,
maka dia tertawa. Dan ketika menoleh kearah kiri, dia menangis. Kemudian lelaki
itu berkata : Selamat datang Nabi yang shalih dan anak yang shalih.
Aku (Rasulullah) bertanya kepada Jibril : Siapakah
orang ini ?.
Jibril menjawab : Orang ini adalah
Adam As. Sekelompok orang yang dikanan kirinya adalah jiwa anak keturunannya.
Orang-orang yang disebelah kanan adalah ahli surga. Sedangkan yang disebelah
kiri adalah penghuni neraka. Jika dia menoleh kearah kanan, maka dia tertawa.
Dan ketika menoleh sebelah kiri ia menangis.
Mari kita renungkan !. Kanjeng Nabi
Adam As saja menangis bertahun-tahun meskipun hanya terperosok kesalahan satu
kali. Beliau As sangat sedih melihat keturunanannya yang banyak berbuat dosa.
Sangatlah dalam rasa malu dan takut kepada Allah Swt yang ada dalam jiwa Nabi
Adam. Serta keprihatinannya terhadap masa depan keturunannya amatlah dalam.
Hingga mudah airmatanya menetes. Dan bagaimana kwalitas jiwa kita ?. Kita
berbuat dosa tidak hanya satu, dua, tiga kali, melainkan berpuluh-puluh,
beratus, beribu-ribu kali bahkan tidak dapat dihitung. Namun, kita tidak merasa
malu, sedih dan prihatin, apalagi menangis meratapi dosa kemudian bertobat
memohon maghfirah Allah Swt ?. Mari kita akui dengan jujur, bahwa hati kita
sangat keras, dan membatu. Mari bertobat memohon ampunan Allah Swt !. Al-Fatihah x
1
Dijelaskan
dalam al-Qur’an, bahwa mudah meneteskan air mata ketika dibacakan ayat-ayat-Nya
merupakan tanda-tanda orang yang mendapatkan hidayah dari Allah Swt.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Swt :
وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا اِذَا
تُتْلىَ عَلَيْهِمْ اَيَاتُ الرَحْمَنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا.
Dan
diantara orang-orang yang telah Kami berikan petunjuk dan telah Kami pilih,
adalah apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, maka
mereka menyungkurkan (wajahnya) dengan sujud dan menangis.(Qs. Maryam:
58).
إِنَّ الذِيْنَ أُوتُو العِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا
يُتْلَى عَلَيْهِمْ وَيَخِرُّوْنَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا. وَيَخِرُّوْنَ
لِلأَذْقَانِ يَبْكُوْنَ وَيَزِيْدُهُمْ خُشُوْعًا
Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan (tentang ke-Agungan Allah Swt) sebelumnya, ketika dibacakan (ayat-ayat Tuhan) mereka menyungkurkan muka
serta sujud. Dan mereka menyungkurkan muka sambil menangis. Dan (tangisan itu)
menambah khusyu’ mereka. (Qs. al-Isra : 107 & 109).
Demikian
kedalaman iman dan kepekaan jiwa serta keterharuan mereka yang telah mendalam
dalam pemahaman dan penghayatan terhadap ayat-ayat Allah Swt. Baru dibacakan
saja tentang ayat-ayat-Nya, mereka dapat mencucurkan airmata, apalagi jika
mereka sedikit terpeleset melakukan kesalahan.
Kemudian,
marilah kita bertanya kepada diri kita, dapatkah kita meneladani mereka, atau
bahkan berseberangan dengan akhlak dan kebiasaan mereka ?. Mari, melihat diri kita sendiri, bagaimana
ketika mendengar bacaan al-Qur’an, dapat menangiskah, atau bahkan tertawa, atau
tidak ambil pusing dan cuek-cuek saja. Dan semua itu kembali dan terpulang
kepada masing-masing kita.
E. Keuntungan Dapat Menangis Karena Allah Swt
Dapat
menangis karena Allah Swt berfaedah tidak akan melihat dan tersentuh api neraka
diakhirat kelak. Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik Ra, Rasulullah Saw bersabda :
عَيْنَانِ لاَتَرَيَانِ النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ
خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَكْلأُ فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak akan
menyentuh api neraka; mata yang menangis sebab takut kepada Allah, dan mata
yang karipan (semalaman tidak tidur) didalam sabilillah.[15]
رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي هُوَ فِي النَّارِ فَجَاءَتْ دُمُوْعُهُ التِي بَكَى بِهَا فِي الدُنْيَا مِنْ
خَشْيَةِ اللهِ فَأَخرَجَتْهُ مِنَ النَارِ
Aku melihat seorang lelaki
dari ummat-Ku didalam neraka, kemudian datanglah air matanya yang ia pernah
menangis didunia karena takut kepada Allah, kemudian airmata itu
mengeluarkannya dari neraka.
Rintihan orang yang berdosa kepada
Allah Swt, dan tetesan air matanya, merupakan sesuatu yang paling dicintai
oleh-Nya. Seperti keterangan dalam hadis qudsi, Allah Swt bersabda kepada Nabi
Daud As. : [17] يَادَوُدَ أَنِيْنُ المُذْنِبِيْنَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ صُرَاخِ
العَابِدِيْنَ : Wahai Daud, rintihan orang-orang yang
berdosa itu lebih Aku cintai daripada nyaringnya suara orang-orang yang
beribadah. Dan hadis riwayat Tirmidzi,
Rasulullah Saw bersabda :
لَيْسَ شَيْئٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ
تَعَالَى إِلاَّ مِنْ قُطْـَرَتيْنِ : قُطْرَةُ دَمْعٍ مِنْ خَـشْيَةِ اللهِ, وَقُطْـرَةٌ
دَمٍ تَهْـرِقُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
Tidak ada sesuatu yang lebih di cintai oleh Allah,
kecuali percikan percikannya airmata karena takut kepada Allah dan percikan
darah yang tertumpah dalam perang sabilillah.
لاَ يَلِجُ النَارَ رَجُلٌ بَكَى مِنْ خَشْيَةِ اللهِ
حَتَّى يَعُودَ اللَبَنُ فِي الضَرْعِ
Tidak akan menginjak neraka seseorang yang menangis
karena takut kepada Allah, sehingga air susu kembali keteteknya.
Allah Swt sangat dekat dengan hati
hamba-Nya yang merintih karena-Nya. Orang yang menangis karena Allah Swt
dicintai para malaikat. Rasulullah Saw bersabda
:
قَالَ
عَزَّ وَجَلَّ : أَنَا عِنْدَ المُنْكَسِرَةِ قُلُوبِهِمْ مِنْ أَجْلِي. : Allah
‘Azza wa Jalla bersabda : AKU disisi hati mereka yang merintih kerena AKU.[19] Dan,
وَنَزَلَ
مِيكَائِيلُ (اِلَى النَبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), فَقَالَ : وَأَنَا حُبِّبَ إِلَيَّ مِنَ
الدُنيَا ثَلاَثٌ : شَابٌ تَأئِبٌ, وَقَلْبٌ خَاشِعٌ, وَعَيْنٌ بَاكِيَةٌ
Malaikat Mikail datang kepada Nabi Muhammad Saw, seraya
berkata : Tiga perkara dunia yang sangat aku cintai; remaja yang bertaubat,
hati yang khusyu’ dan mata yang menangis.[20]
Mudah-mudahan kita dikaruniai oleh
Allah Swt hati peka terhadap kesalahan diri, sehingga kita cepat mengakui semua
dosa-dosa kita serta memiliki rasa malu kepada-Nya, kemudian menangis sujud
tersungkur memohon ampunan kepada Allah Swt.
F. Ancaman Bagi Yang Tidak menangis.
Menangis
karena Allah Swt merupakan akhlak yang mulia disisi Allah Swt wa Rasulihi Saw,
dan harus menjadi akhlak setiap orang yang beriman. Tidak dapat menangis
karena-Nya merupakan akhlak yang kurang terpuji. Dan ketika bermujahadah belum
dapat menangis karena-Nya, sebaiknya terus berusaha untuk menangis (belajar
menangis).
Orang yang
tidak dapat menangis karena dosanya, sangat terkecam dan tidak bisa memperoleh
fadhal dari Allah Swt. Firman Allah Swt, Qs. an_Najm : 59 - 62 :
أفَمِنْ هَذَا الحَدِيْثِ تَعْجَبُوْنَ. وَتضْحَكُوْنَ
وَلاَ تَبْكُوْنَ. وَأَنْتُمْ سَامِدُوْنَ. فَاسْجُدُواللهِ وَاعْبُدُوا.
Apakah kamu
merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakannya dan tidak
menangis. Sedangkan kamu melengahkan (dosa-dosamu)?. Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah
(Dia).
Dalam HR. Abu Nuaim al-Ishfahani dari
Abdullah Ibn Abbas, Rasulullah Saw :
مَنْ أَذْنَبَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَارَ وَهُوَ
يَبْكِى.
Barang siapa berbuat dosa dan kemudian
tertawa, maka dia masuk neraka sambil menangis.
إِنَّ أَهْلَ النَارِ لَيَبْكُونَ حَتَّى لَوْ أُجْرِيَتْ
السَفَنُ فِي دُمُوعِهِمْ جَرَتْ, وَإِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ الدَمَ.
Sesungguhnya ahli neraka senantiasa menangis.
Sekiranya perahu dijalakan diatas airmata mereka, niscaya dapat berjalan.
Sesungguhnya mereka menangis dengan darah.
G.
Sebagian Mereka Yang Menangis
Karena Allah Swt.
b.
Nabi Dawud As, sujud diatas tanah
dengan menangis selama 40 hari. Sehingga tanah yang jadikan tempat sujud tumbuh
rumput karena basah dengan air mata.[23]
d.
Istri Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz
(Fathimah Bt Abdul Malik) menceritakan bahwa Sang Khalifah setiap malam masuk
masjid dan menangis.[25]
f.
Ketika turun ayat : 1 – 10 surat
al-Hujurat, para sahabat Rasulullah Saw menangis karena takut kalau-kalau arti
ayat tersebut diturunkan karena kesalahan akhlak mereka kepada Rasulullah Saw.[27]
Sahabat Zaid Ibn Tsabit (sekretaris
pribadi dan penulis wahyu Nabi Saw) menangis dengan sekeras-kerasnya
dipersimpangan jalan yang banyak dilalui oleh para pemakai jalan. Dan baru
berhenti ketika salah seorang sahabat,
memberi tahu bahwa ayat tersebut tidak turun karena mereka.[28]
g.
Para istri Nabi Muhamad Saw,
juga menangis ketika turun ayat yang memberi peringatan kepada para istri Nabi
Saw.
Siti
Aisyah Ra menangis tiga hari tiga malam ketika turun ayat yang isinya memberi
peringatan kepada para istri Rasulullah Saw. Ia merasa bahwa dirinya sebagai
penyebab kemurkaan Allah Swt kepada semua wanita. [29]
h.
Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef
Muallif Shalawat Wahidiyah QS wa RA. sering menangis ketika Beliau Qs wa Ra
membaca al-Qur’an yang menerangkan tentang kedurhakaan manusia atau ayat-ayat
neraka.
i.
Dan masih banyak lagi hikayah
tangis dari para kekasih Allah Swt.
Untuk mengakhiri pembahasan ini, mari bersama-sama
menyadari bahwa diri kita ini sebagai makhluk yang lemah tapi sombong, makhluk
berdosa tapi tidak merasa merasa berdosa, bahkan merasa bangga. Mari kita
beraudensi kepada Allah Swt tentang diri kita :
“Yaa Allah….. aku hamba-Mu yang tak tahu diri, yang lemah
tapi sombong serta angkuh, yang penuh dosa tapi tidak menyadari……. . Ampunilah
aku ……. ampunilah bapak ibuku, keluargaku, dan seluruh orang yang berjasa
kepadaku”.
Al-Fatihah x 1.
[1]. Penelitian
akhir-akhir ini dari para ahli ilmu jiwa menjelaskan, bahwa menangis dan
tertawa termasuk sebagai obat yang dapat menurunkan penyakit stres, depresi
atau tekanan jiwa yang amat berat. Dan menangis lebih kuat daya penyembuhannya
daripada tertawa.
[2]. Kitab ‘Awarif
al-Ma’arif-nya Imam Suhrawardi dalam bab 24.
Terdapat 3 ulama yang dipanggil dengan nama Suhrawardi. Imam
Suhrawardi al-Maqtul (yang terbunuh w. 523 H),
Syeh Abun Najiib As-Suhrawardi (w. 578 H) dan Syeh Syihabuddin
as-Suhrawadi (penulis kitab Awarif al-Ma’aarif, w. 632 H). Dan yang
terakhir adalah ulama dalam madzhab Syafi’i, ahli ushul fiqh, ahli hadis,
penyair, seorang hakim pada waktu itu, ahli sastra, ahli tarekat dan tasawuf.
Dalam hidupnya senantiasa riyadlah, mujahadah dan air matanya mudah keluar
ketika dzikrullah. Dalam penulisan hadis, Beliau memiliki sanad yang bersambung
kepada Rasulullah Saw.
[3]. HR. Ibnu
Sa’ad. Jam’ as-Shaghir juz I bab “ba”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini berstatus shahih.
[4]. HR. Baihaqi, Thabrani dan Abu Nuaim dari Hudzaifah. Kitab Jam’ as-Shaghir juz I dalam bab “ba”.
[5]. HR. Abu Daud dari Anas Ibn Malik Ra. Kitab Kunuuz a-Haqaaiq fii Haditsi Khair al-Khalaaiq-nya
Syeh Abdur Rauf al-Munawi, dalam bab “alif” (dalam Hamisynya kitab Jami’
as-Shagir).
[6]. HR. Ibnu Majah
(kitab Kunuzul Haqaaiq fii Hadiitsi Khairil Khalaaiq-nya Imam Abdur Rauf
al-Munawi, dalam bab “alif”. Hadis ini juga terdapat dalam kitab Kasyful
Khifa’ juz I nomer hadis : 42 riwayat Ibnu majah pula, tanpa didahului kata-kata
: أتْلُوا القُرْأنَ : bacalah al-Qur’an.
[8]. Lihat kitab Dalil
al-Falihin, juz II dalam bab “fadlul buka”.
[10]. HR. Bukhari dan
Muslim. Lihat kitab Dalil Falihin,
juz II, dalam bab “fadlul buka”, hadis nomer : 01. Dan kitab Syama-il
al-Muhammadiyah-nya Imam Tirmidzi, bab 44, tentang “Buka-un Nabi Saw”, hadis nomer : 306. dalam Sunan Abu Daud, bab “shalat”.
[11] Hadits riwayat Imam
Muslim, dalam Shahih Muslim juz II, kitab iman.
[12]. Kitab al-Ghunyah-nya
Syeh Abdul Qadir al-Jailani juz I dalam bab al-Itti’adz bi Mawa’idz al-Qur’an
pada pasal ke 14
[13]. HR. Ibnu ‘Asaakir. Kitab Jami’
as-Shaghir juz II dalam bab “lam”. Imam Syuthi menjelaskan hadis ini
berderajat hasan.
[14]. Hadis riwayat
Abu Daud, An-Nasa’i, Tirmidzi dan Ibn
Majah.
Sabda ini disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw
sepulang dari perjalanan isra’ dan mi’raj. Lihat buku Syarah Hadis Qudsi,
(terjemah kitab al-Ahaadits al-Qudsiyah, oleh ‘Team Daar al-Bazz’
Makkah, penerbit Pustaka Azzam, Jakarta, cetakan pertama Juni tahun 2003 nomer
hadis : 115.
[15]. Hadis riwayat Imam Thabrani. Imam Suyuthi mengatakan
hadis ini shahih. Hadis shahih yang sepadan juga diriwayatkan oleh Imam
Abu Ya’la dan Imam ad-Dliya’ dengan permulaan redaksi : عَيْنَانِ لاَتَمَسُّهُمَا النَّارُ
أَبَدًا : “Dua
jenis mata yang selamanya tidak tersentuh neraka” .
Imam Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abdullah Ibnu Abbas dengan redaksi :
عَيْنَانِ
لاَتُصيْبهُمَا النَارَ : عَيْنٌ بَكَتْ فِي جَوْفِ اللَيْلِ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ
فِى سَبِيْلِ اللهِ
Dua jenis mata yang tidak tertimpa neraka : mata yang
menangis ditengah malam karena takut kepada Allah, dan mata yang karipan
(semalaman tidak tidur) dalam sabilillah.
Kitab Jami’ as-Shagir-nya al-Ghauts fii Zamanihi Imam Jalaluddin
as-Suyuthi Ra, dalam juz II pada bab “ain”.
[16]. Hadis riwayat Thabrani
dalam kitabnya al-Kabiir.
[17]. Kitab Tanwir
al-Quluub, bab “taubat”
[18]. Hadis hasan shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Lihat kitab Riyaadl ad-Shalihin-Nya
Imam Nawawi, dalam pasal “keutamaan menangis” nomer hadis : 03.
[21]. HR. Imam al-Haakim dalam
kitab Jami’ as-Shagir fii Ahaadiits al-Basyiir an-Nadziir-nya Imam
Jalaaluudin as-Suyuuthi, dalam bab “alif”. Dia menyatakannya sebagai hadis
“shahih”.
[22]. Kitab Minhaj
al-Abidin-nya Imam al-Ghazali dalam ‘aqabah II – pada bahasan ‘aqabah
taubah, pasal ‘aqabah shu’bah.
[23]. Kitab Siraj
at-Thalibin : I / 176
[24]. Kitab
Manhal al-Latiief fii Ushul al-Hadits as-Syarif-nya Muhammad Alwi al-Maliki
al-Hasani, dalam bab kisah Abdullah Ibn Umar Ra.
[25] Kitab Thabaqat
al-kubro : I / 33.
[26]. Buku Pribadi
Rasulullah Saw (terjemah kitab Syama’il al-Muhammadiyah nya Imam
Tirmidzi), bagian “Sekilas riwayat hidup Imam Tirmidzi”.
[27]. Kitab tafsir Hasyiyah
as-Shawi.
[28]. Lihat kitab tafsir Shawi
dalam surat al-Hujuraat.
[29]. Lihat buku Sufisme dan Akal (tulisan Dr. Abdullah
As-Syarqawi) penerbit “Pustaka Hidayah” Bandung, dalam penjelasan akhlak batin
para istri Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar