MATERI
DESKUSI KHADIM WAHIDIYAH PUSAT
21 Romadlon 1433 H
10 Agustus 2012 M
1.
Keberadaan Orang Tua
a.
Orang tua
jasmani.
Sebagaiaman kehendak
Allah Swt, kecuali Nabi Adam As, Siti Hawa Ra dan Nabi Isa As, semua manusia,
secara ragawi lahir kedunia melalui kedua orang tua (bapak dan ibu). Firman
Allah Swt, Qs. an-Nahl (16) : 78 :
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ
لاَتَعْلَمُوْنَ شَيْئًا, وَجَعَلَ لَكُمُ السَمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ.
Allah Swt berfirman, Qs. Luqman (31) : 14 :
وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَلِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ.
Jasmani Nabi Adam As dari
tanah, sedangkan ruhaninya dari Allah Swt. Sebagaimana yang tercermin dalam
firman-Nya, Qs.
وووووووو
Demikian pula Bani Adam.
Jasmani manusia berasala dari limpahan jasmani kedua orang tua (bapak ibu).
Sedangkan jiwa manusia bukan berasal
dari orang tua jasmani, akan tetapi berasal
dari Allah Swt. Allah Swt berfirman, Qs
وووووووو
Penciptaan ruhani manusia mendahului
pencipataan jasmaninya. Allah
Swt berfirman, Qs. Maryam (19) : 9 &
67 :
وَقَدْ خَلَقْتُكَ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ تَكُ
شًيْئًا. أَوَلاَ يَذْكُرُ الإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلَ وَلَمْ
يَكُ شَيْئًا
HR. Imam , Rasulullah Saw
bersabda :
Semua
jiwa dicipta 4000 tahun sebelum penciptaan jasmani.
Memahami keberadaan dan
fungsi orang tua jasmani, sangat fital dan pokok dalam syariat Islam.
Sebagaimana yang tersari dalam firman Allah Swt,
Sebagaimana kehendak Allah Swt, keterciptaan manusia,
dalam dua kondisi. Kondisi pertama bersih dan putih. Kondisi watak paternalistik.
Artinya, jiwa dan prilakunya tergantung
kepada watak dan prilaku yang ditanamkan oleh orang tua sejak masa kanak-kanak
(dapat dibaca - belum memiliki pilihan). Jika, ia ditanami watak yang
lurus, anak akan menjadi lurus prilaku dan jiwanya. Demkian pula, jika jiwanya
ditanami watak atau ilmu yang sesat,
maka jwanya akan menjadi kotor dan prilakunya mencerminkan kesesatan. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw
:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الفِطْرَةِ
فَأَبَوَهُ يُهَوِّدَانِهِِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
Ø Qs. Luqman (31) :
14 – 15 :
وَوَصَّيْنَا الإِنْسَانَ بِوَلِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ
لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ المَصِيْرُ. وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ
بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُنْيَا
مَعْرُوْفًا, وَاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ.
b.
Orang
tua ruhani.
Demikian
pula memahami keberadaan orang tua ruhani, merupakan bagian terpenting dalam sunnah Rasulullah
Saw.
Orang tua jasmani, kadang sekaligus
sebagai orang tua ruhani
2.
Pengertian Guru.
Sebagaimana diketahui,
untuk dapat bersyukur dan mengenal-Nya secara tepat dan sempurna, seseorang
harus mengenal keberadaan orang tua jasmani dan orang tua ruhani. Menurut al-Qur’an, guru hakiki adalah orang
tua, baik orang tua jasmani maupun orang tua ruhani.
Makna kata “guru”, kadang
disandarkan kepada seseorang. Dan terkadang disandarkan kesimpulan ilmu,
pengalaman (hikmah), seperti kata pepatah “pengalaman adalah guru yang paling
utama”. Baik pengalaman pribadi atau
pengalaman orang lain atau kasus generasi sebelumnya (sejarah) generasi masa
lalu dapat dijadikan guru untuk diambil hikmahnya oleh generasi sesudahnya. Dan
terkadang disandarkan kepada isi buku. Mempelajari ilmu yang ditulis oleh
seorang pakar dalam buku, dan kemudian
pembaca merasa berguru kepada penulisnya.
Dan dalam kamus bahasa jawa, mungkin
dapat diambil sebagai ta’rif, karena menempatkan guru sebagai jabatan yang
sakral. Dalam bahasa jawa, mengartikan kata guru dengan; guru merupakan kata
yang terdiri dari 2 (dua) suku kata, gu dan ru,
yang masing-masing meiliki arti yang sakaral.
“Gu” memberikan makna dapat digugu (dipercaya). Artinya,
ucapan dan ilmu yang diajarkan merupakan kebenaran mutlak. Sedangkan “ru”
memberikan makna; bahwa prilakunya dapat ditiru (diikuti) atau sirri
doanya dapat mengantar murid mencapai hakikat kebenaran yang diajarkan dan
diucapkan. Seseorang dapat diberi gelar “guru”, bila ucapannya benar dan sesuai
dengan kebenaran (baik menurut norma, maupun {boleh dibaca- lebih-lebih}
menurut kitab suci), serta prilakunya mencerminkan ilmu yang telah diajarkan
(konsisten dengan ilmu dan norma, wira’i), dan pula pribadinya dapat
mengantarkan murid untuk dapat memahami dan menghayati kebenaran yang
diajarkannya. Jika tidak memiliki cirri-ciri yang demikian –masih menurut adat
jawa -, meski mengajarkan ilmu, seseorang tersebut tidak dapat dikatakan
sebagai guru.
Program Perjuangan Wahidiyah adalah
membawa manusia mencapai tujuan yang TAMAMA (sempurna) dalam segala bibang.
Maka, bagi kita (pengamal dan khadim Wahidiyah) dalam mencari dan mengambil
difinisi makna Guru, harus mengambil difinisi yang sempurna (TAMAMA) pula.
Artinya, selain menerima semua difinisi jenis guru diatas, kita lebih
mengarahkan kepada guru yang dapat membebaskan dari kemusyrikan dan kesesatan
dalam berke-Tuhan-an Yang Maha Esa. Karena hal inilah, tujuan kita diciptakan
oleh Allah Swt. Sebagaimana tercermin dalam firman-Nya Qs.
وَمَا خَلَقْتُ الجِنَّ وَالإنْسَ إِلاَّ
لِيَعْبُدُوْنَ
Orang Tua, Guru Pertama.
Manusia
terlahir dalam keadaan tidaktahu. Untuk mengenal dirinya dan alam lingkungan,
tidak dapat dicapai oleh dirinya sendiri. Ia membutuhkan pembimbing dan
penuntun. Kecuali Nabi Adam As, penuntun dan pebimbing pertama adalah orang
tua/ pengasuh/ wali anak. Yang mana dalam mengasuh anak dan membiayai hidupnya,
orang tua tidak memiliki tujuan, kecuali hanya untuk mendewasakan serta
mengantarkannya menuju keberhasilan dan kebahagiaan. Melihat anak asuh berhasil
dan sukses, orang tua merasa telah menunaikan tugas utamanya. Dengan demikian,
secara asasi, tugas dan kewajiban mendidik anak adalah tugas orang tua/ wali
anak. Tanggung jawab terhadap kebaikan
atau kedudukan anak menjadi tanggung jawab orang tua/ wali anak.
Namun, karena kemampuan atau waktu yang dimiliki oleh wali anak
sering terbatas, maka pendidikan anak diwakilkan kepada orang lain atau lembaga
pendidikan yang mampu. Dengan demikian, orang lain (guru) atau lembaga
pendidikan tersebut, dalam mendidik anak didik, bersifat sebagai wakil. Maka, yang
patut dan wajib mereka sadari adalah bahwa mereka hanyalah sebagai wakil dari
orang tua/ wali anak didik. Dan bukan sebagai penguasa terhadap anak didik,
yang tidak mengharapkan apa-apa, kecuali agar anak didik kembali kepada orang
tua dengan membawa keberhasilan-keberhasilan serta dapat mengerti bahwa
menghormat dan mecintai orang tuanya. Jika terdapat dari salah satu wakil dari
wali anak (guru atau lembaga pendidikan), menghasilkan terbeloknya rasa hormat
dan rasa cinta anak tidak tertuju bukan kepada kepada orang tua, tetapi
kepada lembaga pendidikan atau pribadi guru, berarti telah membelokkan
tugas pendidikan yang dipercayakan kepadanya.
Dan atas
kehendak Allah Swt semata, kecuali Nabi Adam As, setiap manusia memiliki dua
orang tua/ wali anak.
Pertama, orang tua jasmani.
Bapak ibu
kandung, sebagai orang tua yang berdasar genetika ragawi. Kecuali Nabi Adam As,
Siti Hawa dan Nabi Isa As, setiap orang, memiliki orang tua kandung jasmani.
Dan orang tua kandung inilah secara umum yang paling berjasa kepada manusia.
Orang tua bertugas melahirkan, membesarkan dan mendewakan anak. Tidak orang
yang paling berjasa kepada manusia, kecauli bapak dan ibu. Dan karenanya,
kepada mereka berdua, manusia diwajibkan berbakti setelah berbakti kepada Allah
Swt.
Kedua, orang tua / wali ruhani.
Beliau
Rasulullah Saw atau al-Ghauts Ra. Beliau disebut sebagai orang tua ruhani,
karena ia memiliki sifat yang lebih tinggi dan khusus daripada orang tua
jasmani. Ia sebagai asal dan sumber ruhani, bahkan ia sebagai asal dan jiwa
makhluk. Sebagaimana yang tersimpul dalam shalawat tsaljul qulub (وَأَصْلَهُ
وَرُوْحَهُ).
Orang tua ruhani inilah merupakan orang tua yang hakiki bagi seluruh manusia
bahkan seluruh makhluk. Dan karenanya, jika seseorang dapat bertemu dengan guru
sejati, Rasulullah Saw atau al-Ghauts Ra, berarti ia telah bertemu dengan orang
yang asli dan sejati. Beliaulah wali ruhani, asal mula jiwa murid. Sebagaimana
keterangan dalam hadis :
أَنَا
أَبُو الأَرْوَاحِ وَأَدَمُ أَبُو الأَجْسَادِ :
Aku adalah bapak semua jiwa, sedangkan Adam bapak jasad. (kitab Jawahirul Bihar-nya al-Ghauts fii Zamanihi
Syeh Yusuf an-Nabhani Ra).
Yang membesarkan dan memandaikan manusia, secara ruhani,
adalah orang tua hakiki. Sedangkan orang tua jasmani hanyalah wakilnya sebagai
sarana wujudnya manusia didunia. Demikian pula, lembaga pendidikan atau guru
ilmu pengetahuan, secara hakiki, adalah sebagai wakilnya. Sebagaimana tercermin dalam hadis :
العُلَمَاءُ
وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ : Ulama (orang pandai/ guru) adalah sebagai waris (waki)
para nabi.
Tujuan al-Qur’an
Diturunkan.
Tujuan utama diturunkannya al-Qur’a, antara
lain :
1.
mendidik
manusia, agar dapat mengerti mengenal dan menghargai kedua jenis orang tua. Dan
agar ketaatan, kecintaan dan kesetiaan yang tertinggi hanya tertuju kepada
orang tua, khususnya kepada orang tua hakiki. Dan jika manusia tidak melakukan
hal ini, mereka telah berbuat fasiq. Firman Allah Swt :
قُلْ
اِنْ
كَانَ أَباءُكُمْ وَأَبْنَاءُكُمْ وَاِخْوَانُكمْ وَأَزْوَاجُكُم
وَعَشِيْرَتُكُم
وَأَمْوَالٌ
اقتَرَفْتُمُوهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْن كَسَادَهاَ وَمَسَاكِنُ
تَرْضَوْنَهاَ أَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِنَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَجهَادٍ فِي سَبِيْلِه
فَتَرَبّصُوا حَتَّى يَأْ تِيَ اللهُ بِأمْرهِ وَاللهُ لاَيَهْدِى القَوْمَ الفَا
سِقِيْنَ
Katakanlah (Muhammad): jika sekiranya
bapak, anak, saudara, suami atau istri dan keluarga kamu semua, serta harta
yang telah kalian kumpulkan, perniagaan yang kalian takut kebangkrutannya dan tempat
tinggal yang kalian rela
didalamnya, lebih kalian cintai dari pada Allah wa Rasul-Nya dan perjuangan dijalan-Nya,
maka tunggulah, sampai datangnya
keputusan Allah. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada kaum yang fasik.. (Qs, at-Taubah : 24).
2.
Agar
manusia menyadari bahwa orang tua ruhani menguasai dirinya. Firman Allah Swt, Qs. al-Maidah
: 55 :
إِنَّمَا
وَلِيُّكُمُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ : Sesungguhnya pelindungmu adalah Allah dan rasul-Nya.
وَاللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمٍِنِينَ
Dan Allah dan rasul-Nya lebih berhak untuk mereka
ridlai kepada-Nya, jika kamu semua sebagai orang yang beriman. (Qs. At-Taubah
: 62).
لاَ يَكْمَلُ
مَقَامُ فَقِيْرٍ إِلاَّ أَنْ صَارَ أَنْ يَجْتَمِعَ بِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وسلَّمَ وَيُرَاجِعُهُ
فِي أُمُورِهِ كَمَايُرَاجِعُ التِلْمِيْذُ شَيْخَهُ
Tidak
sempurna maqam seseorang, kecuali ia dapat bersama Rasulullah Saw serta
mengembalikan perkaranya kepada Nabi Saw sebagaimana murid mengembalikan kepada
guru.
Dan pula
al-Ghaus fii Zamanihi Syeh Abul Abbas al-Mursi Ra (w. 686 H) menerangkan.
Ukuran keislaman seseorang diukur dari tidak tertutupnya matahati (meski satu
kedipan mata) dari memandang orang tua ruhani/
Rasulullah Saw.
لَوْ حُجِبْتُ
عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَحْظَةً فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ مَا أَعْدَدْتُ
نَفْسِي مِنَ المُسْلِمِيْنَ
Jika aku terhijab dari Rasulullah Saw sedetik saja dalam setiap satu
jam baik dalam waktu siang malan atau malam hari, maka tidak berani menghitung
diriku bagian dari golongan orang Islam.
3.
Ukuran
iman seseorang terletak pada kecintaan kepada orang tua ruhani. Seseorang yang
tinggi rasa cintanya kepada orang tua ruhani, berarti imannya inggi. Begitu
pula sebaliknya. Seseorang yang tipis rasa cintanya kepada Rasulullah Saw
(orang tua hakiki), berarti tipis keimanannya. Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَنْ أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ
وَالنَّاسِ أَحْمَعِيْنَ
Tidak sempurna
iman salah seorang dari kamu semua, hingga aku lebih dicintai dari pada bapaknya,
anaknya dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dan dalam
Perjuangan Wahidiyah, pengamalnya dipertemukan dengan orang tua hakiki yang
sekaligus sebagai guru hakiki.
3.
Macam-macam Guru.
Dalam kitab
Jamiul Usshul-nya Syeh Ahmad Kamsykhanawi Ra dan kitab kehudupan ini tidak lepas
dari 3 (tiga) jenis Guru atau Penuntun.
1.
Guru tabarruk .
Guru tabarruk, adalah guru yang
dapat mengantar dekat/ sowan seseorang dekat kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.
Dengan kekuatan
doa dan sinar radiasi batiniyahnya, guru tabarruk mampu mengantar muridnya
sadar kepada Allah Swt secara sempurna dan kaffah, dan dapat mengenalkan serta
mempertemukan antara murid dengan orang
tua hakiki (Rasulullah Saw). Namun, kurang menguasai ilmu pengetahuan (baik
umum atau agama), kecuali pokok-pokonya saja.
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ
تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati seorang yang Arif Billah itu
pintu kehadiran Allah Swt, dan seluruh indranya merupakanpintu hadrah-Nya.
Barang siapa yang mendekat kepada Beliau dengan pendekatan yang semestinya,
maka akan terbuka baginya pintu hadlrah Allah Swt.
Guru ruhani
(Rasulullah Saw atau Naiburrasul Ra), juga sebagai saluran pemberian Allah Swt.
HR. Muslim (Shahih
Muslim "Kitab Imarah", bab "laa tazaalu").
Rasulullah Saw bersabda :
مَنْ يُرِدْاللهُ خَيْرًا يُفَقِّهُهُ فِي الدِيْنِ
أِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللهُ يُعْطِي لاَتَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
قَائِمَةً بِأَمْرِ اللهِ لاَيَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ أَوْ خَلَفَهُمْ حَتَّى
يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ ظَاهِرُنَ عَلَى النَاسِ
Barang siapa yang Allah menghendakinya menjadi baik, maka
(Allah) memahamkannya dalam agama. Sesungguhnya Aku (Rasulullah Saw) adalah
Sang Pembagi dan Allah adalah Sang Pemberi. Tidak sepi dari ummat-Ku sekelompok orang yang menegakkan agama Allah. Mereka tidak dapat dirugikan oleh orang-orang yang
menghinanya dan membelakanginya. (keberadaan mereka) hingga datangnya keputusan
Allah. Mereka senantiasa berada di tengah tengah masarakat.
Syeh Abdul Wahhab
as-Sya’rani Ra dalam kitabnya al-Yawaqit wal Jawahir juz II halaman 81. menjelasan : فِيْمَا بَيْنَ القَوْمِ لاَ يَكُونُ
مِنْهُمْ فِي الزَماَنِ اِلاّ وَاحِدٌ وَهُوَ الغَوْثُ : Dan diantara mereka, dalam setiap waktu,
kecuali adanya satu hamba Allah. Dialah al-Ghauts.
Dan dalam
kitab yang sama pada halaman 80 dijelaskan :
فَلاَ
يَخْلُوزَمَانٌ مِنْ رَسُولٍ
يَكُوْنُ فِيْهِ وَذَاِلِكَ
هُوَالقُطْبُ
الذِي هُوَ مَحَلُّ نَظْرِالحَقِّ تَعَالَى مِنَ
العَالَمِ كَمَا يَلِيْقُ بِجَلاَلِهِ وَمِنْ هَذَاالقُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ
الاِمْدَادِالالهية علَى جَمِيْعِ
العَالَمِ العُلْوِي وَالسُفلِي
Syeh Abdul Wahhab As-Sya’rani,
dalam kitabnya Lawaqih al-Anwar wa Thabaqah al-Ahyar jilid II, dalam bab “Muhammad Wafaa”, menerangkan :
لِكُلِّ زَمَانٍ وَاحِدٌ لاَمِثْلَ لَهُ فِي عِلْمِهِ
وَحِكْمَتِهِ مِنْ أَهْلِ زَمَانِهِ وَلاَ مِمَّنْ هُوَ فِي زَمَانٍ سَابِقٍ
وَلِسَانُ هَذَا الوَاحِدُ فِي زَمَانِهِ
لِتَلاَمِيْذِهِ : كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ
لِلنَاسِ
Untuk setiap zaman terdapat satu hamba Allah yang tiada bandingannya dalam
ilmunya dan hikmahnya, dan tiada yang membandinginya hamba-hamba (pewaris) masa
lalu. Dan bahasa dari hamba satu ini dalam setiap zaman kepada muridnya : Engkau adalah ummat manusia terbaik yang
diturunkan kedunia.
Mencari,
mengikuti dan berguru kepada Guru Tabarruk, hukumnya wajib. Sebagaimana
keterangan dalam firman Allah Swt :
Firman Allah Swt, Qs an-Nahl :
43 :
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
إِلاَّ رِجَالاً نُوحِي إِلَيْهِمْ فَاسْئَلُوا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ
لاَتَعْلَمُوْن
Dan Kami tidak mengutus sebelum
engkau, kecuali seorang lelaki yang Kami memberikan wahyu kepada mereka. Maka
bertanyalah kepada para ahli dzikir, sekiranya kalian tidak mengetahui.
الذِي خَلَقَ السَمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَمَا
بَيْنَهُمَا فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ, الرَحْمَنُ
فَسْئَلْ بِهِ
خَبِيْرًا
Dia Dazt Yang
menciptakan langit dan bumi beserta sesuatu yang ada didalmnya dalam enam masa.
Kemudian Allah berberkuasa diatas arasy. (tentang) Allah Yang Maha Penyayang, bertanyalah kepada orang yang
memahami-Nya (Qs. al-Furqan : 59).
Berkaitan ayat diatas, al-Ghauts fii
Zamanihi Syeh Abu Yazid al-Bustami Ra (penjelasan ini telah disepakati oleh
pawa auliyaillah Ra) :
مَنْ لاَ شَيْخَ فَالشَيْطَانُ شَيْخُهُ
Barang siapa tidak memiliki GURU ruhani maka setanlah
yang menjadi gurunya”.
2.
Guru
shuhbah (guru ilmu pengetahuan).
Guru shuhbah
hanya mampu menerangkan ilmu pengetahuan (baik umum atau agama. Dan fungsi dan
tugas guru ini hanya sebagai wakil dari orang tua ruhani dan orang tua jasmani.
Guru shuhbah
hanya dapat dimanfaatkan kemamuan lisannya dalam mengulas ilmu. Sedangkan
akhlak dan prilakunya tidak dapat dijadikan tauladan. Bahkan sering guru
shuhbah akhlak dan imannya tipis, bahkan cenderung rusak.
Allah Swt berfirman, Qs. al-Anfaal : 35 :
وَمَاكَانَ صَلاَتُهُمْ عِنْدَ
البَيْتِ إِلاَّ مُكَاءًا وَتَصْدِيَةً فَذُوْقُوا العَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ
تَكْفُرُون
Dan
tidak ada shalat yang mereka lakukan disekitar rumah Allah itu, kecuali hanyalah seperti
siulan dan tepuk tangan saja. Maka, rasakanlah azab yang disebabkan kekafiranmu
sendiri.
Untuk
menyempurnakan dan meluruskan keimanan, kepada guru shuhbah juga diwajibkan
mencari dan berguru kepada Guru Tabarruk.
Syeh Amin Al Kurdi Ra
menjelakan :
لاَبَنْبَغِي
لِلْعَالِمِ وَلَوْتَبَحَّرَ فِي العِلْمِ حَتّى صَاَر وَاحِدَ اَهْلِ زَمَانِهِ
اَنْ يَقْنَعَ بِمَاعَلَّمَهُ وَاِنَّمَا الوَاجِبُ
عَلَيْهِ الاجْتِمَاعُ بِاَهْلِ
الطَرِيْقِ لِيَدُلُّوهُ عَلَى صِرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. وَلاَ يَتَيَّسَّرُ
ذَاِلَك (كُدُورَاتِ
الهَوَى وَحُظُوظُ نَفْسِهِ الاَمَّارَةِ بِالسُوءِ( عَادَةً اِلاَّ عَلَى يَدِ
شَيْخٍ كَامِلٍ عَالِمٍ فَاِنْ لَمْ
يَجِدْ فِي بِلاَدِهِ اَوْاِقْلِيْمِهِ وَجَبَ عَلْيْهِ السَفَرُ اِلَيْهِ
Tidak patut bagi orang alim, meskipun ilmunya seluas lautan, sudah
merasa puas dengan ilmunya. Kecuali ia telah menjadi Wahiduz Zaman pada waktu itu. Bahkan ia wajib bagi
mereka berkumpul dengan para ahli tarekat, agar ia ditunjukkan kearah jalan
yang lurus. Karena tidak mudah menghilangkan kotoran dan keinginan serta
lembutnya nafsu yang mengajak kepada kejelekan, kecuali ia dibawah kekuasaan
dan bimbingan Syeh Yang Kamil dan Alim dalam hal tersebut. Dan apabila
didaerahnya atau dilingkungannya tidak ada guru Syeh Kamil, maka ia wajib pergi
menuju daerah dimana Syeh Mursyid Yang Kamil berada.
3.
Guru tabarruk yang shuhbah.
Guru jenis
ketiga ini, disamping memiliki sifat guru tabarruk, juga dapat dijadikan guru
shuhbah.
Imam Sofyan
Tsaury Ra (pendiri madzhab fiqih, ulama sufi dan ahli dalam bidang hadis)
membagi orang alim (guru) kedalam 3 (tiga) bagian :
العُلَمَاءُ ثَلاَثَةٌ :عَالِمُ
بِاللهِ يَخْشَى اللهَ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِأَمْرِ اللهِ, عَالِمٌ بِاللهِ
وَعَالِمٌ بِأَمْرِ اللهِ يَخْشَى اللهَ
فَذَاكَ العَالِمُ الكَامِلُ, وَعَالِمٌ
بِأَمْرِ اللهِ وَلَيْسَ بِعَالِمٍ بِاللهِ فَذَاكَ العَالِمُ الفَاجِرُ
Ulama ada tiga
kelompok;
Ulama yang memahami tentang ilmu
BILLAH, serta takut kepada Allah, namun ia tidak alim tentang hukum-hukum
Allah. Dan, Ulama yang memahami BILLAH serta
alim tentang hukum-hukum Allah, dan ia takut kepada Allah. Dan dialah orang
alim yang sempurna. Dan, Ulama yang memahami hukum-hukum Allah, tapi
tidak alim tentang ilmu BILLAH. Dan dialah ulama yang durhaka.
Dan
pula Imam Syafi’I mengatakan dalam syairnya (kitab Diwan as-Syafii), :
فَقِيْهًا
صُوفِيًا فَكُنْ لَيْسَ وَاحِدًا فَإِنِّـي وَحَـقُّ اللهِ إِيَّاكَ
أَنْصَـحُ
فَذَاكَ قَاسَ قَلْبُهُ لَمْ
يَذُقْ تُقًى وَهَذَا جَهُوْلٌ كَيْفَ
ذُو الجَهْلِ يَصْلُحُ
Jadilah kamu ahli fiqh dan ahli tasawuf. Dan janganlah
salah satunya. Sungguh aku dengan kebenaran dari Allah, kepadamu aku member
nasehat. Dia (yang hanya ahli fiqh) saja, hatinya keras serta tidak merasakan
taqwa. Dan dia (yang hanya ahli tasawuf), seperti orang bodoh. Dan bagaimana
orang bodoh, patut menjadi pembimbing.
Dan Alhamdulillah, dalam perjuangan
Wahidiyah ketiga jenis guru tersebut terkumpul dalam pribadi Beliau Kanjeng
Romo Yahi Pengasuh Perjuangan Wahidiyah Dan Pondok Pesantren Kedunglo Ra.
4.
Guru Yang menyesatkan.
Rasulullah Saw
bersabda :
إِنَّمَاأَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَى أُمَّتِي الآَئِمَّةُ المُضِلِّوْنَ : Sesungguh
yang paling Aku takutkan kepada ummat-Ku, adalah pemimpinan yang menyesatkan.
أَفَةُ الدِيْنِ ثَلاَثَةٌ
فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَإِمَامٌ جَائِرٌ وَمُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ : Afat agama ada
tiga : ahli fiqh yang durhaka, imam yang tidak adil dan mujtahid (orang
menafsiri Qur’an dan hadis) yang bodoh.
1)
Firman Allah Swt (Qs.
Az-Zukhruf : 36 – 37) :
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَحْمَنِ
نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ وَإِنَّهُمْ لَيَصُدُّونَهُمْ
عَنِ السَبِيْلِ وَيَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ مُهْتَدُونَ
Dan barang siapa yang berpaling dari mengigat
Allah Yang Maha Kasih, maka Kami adakan setan baginya. Dan setan menjadi teman
baginya. Sesungguhnya setan akan menghalangi mereka dari jalan kebenaran. Serta mereka
menganggap dalam kebenaran.
Allah Swt melarang umat Islam
berguru kepada seseorang yang hatinya banyak lupa kepada-Nya. Firman Allah Swt,
Qs. al-Kahfi : 28 :
وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَاهُ
قَلبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ
فُرُطًا.
Dan janganlah
kamu mengikuti orang yang Kami lupakan hatinya dari dzikir kepada-Ku, dan orang
yang mengikuti hawa nafsunya, dan memang dia melampaui batas.
4.
Syarat Guru Dan Murid
Yang dimaksud
syarat disini adalah syarat yang tamama. Sebagaimana keterangan didepan, bahwa
dalam program dan tujuan Perjuangan Wahidiyah, yang ingin mencapai Tamama dalam
segala bidang. Maka guru dan murid adalah sistem dan metode yang sempurna
pula.
Syarat yang
berl;aku dalam perjuangan Wahidiyah adalah syarat yang beralaku dalam kehidupan
para Ghauts Ra terdahulu dan para muridnya., yaitu mencakup keberadaan Guru,
ilmu dan murid.
a.
Keberadaan Pribadi Guru.
Alhamdulillah,
guru dalam Shalawat Wahidiyah, adalah Guru Ruhani yang sempurna (Rasulullah Saw
dan al-Ghauts Ra) dan sebagai orang tua hakiki, yang berinabah kepada Allah
Swt.
Ciri-ciri
Mursyid Yang Kamil Mukammil, antara lain :
1)
Mendapat
pancaran langsung dari Rasulullah Saw (Naiburrasul).
Dan Imam Ghazali menjelaskan bahwa mursyid yang hakiki, mendapat
limpahan cahaya dari Nabi Muhammad Saw secara langsung.
وَاقْتَبَسَ نُورًامِنْ أَنْواَر سَيِّدِنَا
ٍمُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم فَإِنْ تَحَصَّلَ
أَحَدٌ عَلَى مِثْلِ هَذَاالمُرْشِدِ وَجَبَ عَلَيْهِ
اِحْتِرَامُهُ ظَاهِرًا وَبَاطِنًا
Dan (mursyid) menerima pancaran
langsung dari Nur Nabi Muhammad Saw. Jika seseorang berhasil mendapatkan
mursyid yang seperti ini, wajib baginya menghormatnya secara lahir dan batin.
HR. Bukhari, Rasulullah Saw :
زَوِيتْ لِي
الاَرْضَ فَرأَيْتُ
مَشَارِقَهَاوَمغَارِبَهَا وَسَيَبْلُغُ ملَكُ أُمَّتِي مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا
Sesungguhnya Allah telah melipat bumi
untuk-Ku, sehingga Aku dapat melihat bumi bagian timur dan bagian
baratnya. Dan akan sampai raja ummat-Ku
yang juga menerima bumi seperti ketika
diterimakan kepada-Ku.
2)
Hatinya
sebagai pintu hadlartullah.
Kaidah yang masyhur dalam kalangan kaum
sufi.
قَلْبُ العَارِفِ حَضْرَةُ اللهِ
وَحَوَاسُهَا اَبْوَابُهَا فَمَنْ تَقَرَّبَ بِالقُرْبِ المُلاَ ئِمِ فُتِحَتْ
لَهُ اَبْوَابُ الحَضْرةِ
Hati orang yang Arif Billah adalah
hadlrahnya Allah Swt. Seluruh indranya merupakan pintu hadrah-Nya. Barang siapa
yang mendekat kepadanya dengan pendekatan yang semestinya, maka akan terbuka
baginya pintu hadlrah tersebut.
Syeh Abdul Qadir al-Jilani Ra menjelaskan;
bahwa Syeh Mursyid Yang Kamil itulah yang dinamakan thariqah untuk
menuju makrifat kepada Allah Swt.
فَالمَشَايِخُ
هُمْ طَرِيْقٌ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالأَدِلاَّءُ عَلَيْهِ وَالبَابُ الذِي
يَدْخُلُ مِنْهُ إِلَيْهِ.
Guru Mursyid
adalah jalan menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan sebagai bukti
keberadaan-Nya, dan sebagai pintu masuk untuk menuju kepada-Nya.
b.
Kuwalitas Ilmu.
Ilmu yang
tersari dari Shalawat Wahidiyah adalah ilmu ke-Tuhan-an yang tertinggi (pembersihan
jiwa dari kemusyrikan dan makrifat
Billah wa Rasulihi Saw, Wahidiyah). Wahidiyah merupakan : مسْتَنَدُ
المَعْرِفَةِ / sandaran seluruh
makrifat, dan merupakan مُنْتَهَى المَعْرِفَةِ/ puncak makrifat
(kitab Jamiul Ushul, bagian “mutammimat”).
c.
Keberadaan Pribadi Murid.
Syarat-syarat
murid yang benar :
Ø Kesadaran murid bahwa dirinya adalah manusia yang dlalim dan kufur.
Dan kesadaran tentang kejelekan nafsu adalah
berjenjang. Artinya, nafsu kedua dikatakan baik, jika dilihat dari nafsu
pertama. Namun terlihat jelek bila dipandang dari nafsu ketiga, apalagi keempat
dan seterusnya. Hasanatul Abraar Sayyiatul Muqarrabin.
Ø Kesiapan seorang murid dalam menerima arahan dan petunjuk guru
tentang jenis-jenis nafsu. Dalam hal
ini, kepasrahan murid kepada guru, merupakan kunci keberhasilan.
Ø Kesadaran murid, bahwa perjuangan melawan diri merupakan perjuangan
yang paling besar. Dan karenanya, memerlukan kesungguhan yang extra dalam melaksakan
jihadun nafsi.
Ø Senantiasa mengharapkan doa, restu dan jangkungan Guru.
a.
Akhlak kepada Guru.
Shalat adalah
tiang agama. Didalam shalat mengandung makna social.
Makna shalat
berjamaah (imam hanya satu). Perjuangan
makrifat yang ada panitia (Miladul Makhluk).
Cara
Berakhlak kepada Beliau Ra, adalah sebagaimana berakhlaq kepada Rasulullah Saw.
فَيَجِبُ
عَلَيْكَ اَنْ تَتَاَدَّبَ مَعَ صَاحِبِ تِلْكَ الصُورَةِ كَتَاْدُّ بِكَ مَعَ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه
وسلّم لَمَّا اَعْطَاكَ الكَشْفَ اَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى الله عليه
وسلّم مُتَصَوِّرٌ بِتِلْكَ الصُورَةِ فَلاَ يَجُوْزُ لَكَ بَعْدَ شُهُوْدِ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلّم فِيْهَا اَنْ تُعَامِلَهَا بِمَا كُنْتَ
تُعَامِلَهَا بِهِ مِنْ قَبْلُ حَاشَ اللهُ وَحَاشَ رَسُولُ اللهِ... فَهُمْ
خُلَفَاءُهُ فِي الظَاهِرِ وَهُوَ فِي البَاطِنِ حَقِيْقَتُهُمْ
Wajib kepadamu beradab kepada pemilik Haqiqatil Muhammadiyah,
sebagaimana engkau beradab kepada Nabi Muhammad Saw ketika Allah memberimu
kasysyaf, bahwa sesungguhnya Nabi
Muhammad Saw
membentuk jiwa
al-Ghauts sebagai fotocopi jiwa
Beliau Nabi Saw.
Tidak boleh bagi kamu setelah engkau syuhud
kepadanya melakukan sesuatu sebagaimana yang engkau lakukan kepadanya sebelum
Beliau Ra berpangkat itu. Hati-hatilah kepada Allah dan hati-hatilah kepada
Rasulullah. Secara lahirnya Beliau Ra adalah wakil Rasulullah, tapi dalam hal
batininyah, hakikinya Beliau adalah Jiwa Rasulullah sendiri.
Diantara akhlak
kepada guru :
a.
Pasrah
secara total dan tidak menentang terhadap petunjuk guru.
Seperti dalam kisah turunnya wahyu Mahkota Rama atau Nabi Musa dengan Nabi Khidlir As. Atau
taatnya pasien kepada dokter yang merawatnya.
b.
Tidak
mencari jabatan dalam barisan murid.
مَنْ طَلَبَ العِلْمَ لِيُبَاهِي بِهِ
العُلَمَاءَ وَلِيُمَارِي بِهِ
السُفَهاَءَ أَوْ يُرِيْدُ أَنْ يَقْبَلَ بِوُجُوهِ النَاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللهُ الجَهَنمََ
Barang siapa
mencari ilmu untuk bersaing dengan Ulama, dan untuk berdebat dengan orang bodoh
atau berharap agar manusia menghadap kepadanya, maka Allah akan memasukkannya
kedalam neraka jahannam.
c.
Tidak
menginginkan despensasi dari guru
Syeh Abdur
Rahman Paloga (Pontianak) : Romo Yahi Ra itu orang kuat, sebab berani
membuat organisasi untuk para murid. Padahal kebanyakan, jika ada organisasi
murid, mereka suka berkelahi.
d.
Tidak
iri dengan tugas murid lain yang diberikan oleh guru.
Seperti terjadi zaman khalifah Umar bin Khatthab Ra,
mengganti panglima perang dari Khalid bin Walid kepada Usamah.
e.
Tidak
membentuk kepemimpinan sendiri dalam Wahidiyah. Semua pengamal adalah murid
yang bermakmum kepada al-Ghauts Ra.
Seperti
shalat berjamaah, makmum tidak mengharapkan dimakmumi oleh murid yang lain.
·
Maka
tindakan/ prilaku setiap murid mendapat persetujuan murid yang lain, serta
tidak boleh menyalahi aturan jamaah.
f.
Merasa
diri/ dapat melihat dirinya banyak dosa yang memutuhkan doa restu guru dalam
membersihkannya. Manusia adalah bodoh dan dlalim (Qs. Ibrahim : 34).
Diantara kenegatifan manusia :
Ø mudah melihat aib orang, tapi lemah melihat aib diri.
Ø Ketika susah mencari pertolongan, ketika senang angkuh dan sombong.
Ø Mudah melupakan nikmat Allah Swt (ujub, riya).
g.
Antara
murid saling mengingatkan dan koreksi kekurangan, bukan saling menyudutkan.
b.
Manfaat berguru kepada al-Ghauts Ra.
a.
Selamat
dan terhindar dari bimbingan nafsu/ iblis.
Memahami Allah
Swt sangatlah sukar. Dan karenanya dalam beragama, mukmin boleh berguru
kepada sembarang orang, tapi harus bertanya/ berguru kepada ulama yang benar-benar ahli. Mendekat/ menghadap kepada Allah Swt melalui jalan yang benar.
HR.
Muslim, Rasulullah Saw bersabda : Allah Swt berfirman :
Berkaitan dengan sujudnya para malikat kepada Nabi Adam
As ini, Syeh Sulaiman bin Umar al-‘Ajiiliy dalam kitab tafsirnya al-Futuuhaat
al-Ilaahiyah pada ulasan Qs. al-Baqarah : 34, menjelaskan :
فَالْمَسْجُوْدُ لَهُ فِي الحَقِيْقَةِ هُوَ
اللهُ تَعَالَى وَجَعَلَ آدَمَ قِبْلَةَ سُجُوْدِهِمْ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ,
كَمَا جُعِلَتْ الكَعْبَةُ قِبْلَةً لِلصَلاَةِ, وَالصَلاَةُ للهِ.
Yang
disujudi (oleh malaikat) pada hakikinya, hanyalah Allah Swt. Dan Adam dijadikan
sebagai kiblat bagi sujudnya para malikat, untuk memulyakannya. Sebagaimana
ka’bah sebagai kiblat
untuk shalat. Sedangkan sujudshalat
hanya untuk Allah.
Dan
Imam Shawi Ra dalam kitab Tafsir Shawi, menjelaskan tentang makna
sujudnya malaikat kepada Nabi Adam As : وَاَدَمُ قِبْلَةٌ كَالْكَعْبَةِ فَالسُجُودُ
للهِ : Nabi
Adam As sebagai kiblat seperti ka’bah. Sedangkan sujud untuk Allah. Dan dalam
memberikan ulasan terhadap kalimah ayat : أسْجُدُوْا لأَِدَمَ = Sujudlah kalian kepada Adam, beliau menjelaskan dengan : أسْجُدُوْا
جِهَّةَ اَدَمَ فَاجْعَلُوْهُ قِبْلَتَكُمْ
: Sujudlah kalian kepada arah Adam, jadikahlah ia sebagai kiblat
kalian.
b.
Memahami
tempat pancaran nikmat Allah Swt.
HR. Thabrani dan Abu
Ya’la, Rasulullah Saw bersabda :
HR. al-Haakim, Rasulullah Saw :
الرَحْمَةُ بِأكَابِرِكُمْ: Keberkahan bersama pembesarmu
Dalam
kitab at-Ta’rifat-nya Syeh Ali al-Jurjani pada bab “qaf” dijelaskan, tugas rohani al-Ghauts Ra
adalah penyalur pemberian Allah Swt kepada mahluk :
وَمِنْ هَذَا القُطْبِ يَتَفَرَّعُ جَمِيْعُ الإمْدَادِ الإلَهِيَّةِ عَلى
جمِيْعِ العالَمِ العُلْوِيِّ والسُفْلِيِّ
Dari
al-Quthbu, Allah memancarkan dan menyebarkan sinar pemeliharaan-Nya kepada alam
semesta, baik alam atas maupun alam bawah.
c.
Dapat
memahami pancaran Rasulullah Saw.
Kata “malik/ raja dari ummat-Ku”, adalah al-Ghauts
Ra.
d.
Dapat
memahami hakikat diri, anak ruhani al-Ghauts Ra.
Guru Yang kamil adalah Bapak Ruhani. Kitab al-Anwarul
Qudsiyah :
رُوْحُ المُرِيْدِ مِنْ رُوْحِ المُرْشِدِ : Jiwa murid, sebagian dari jiwa guru (Yang
Kamil)
Al-Ghauts fii
Zamanihi Syeh Daud Ibnu Makhala Ra (guru dari Syeh Muhammad Wafa Ra),
mengatakan :
Barang siapa
yang keluar dari dunia (mati) sedangkan ia belum bertemu dengan lelaki sempurna
yang membimbingnya, maka ia keluar dari dunia dengan berlumuran dosa besar
(syirik), walaupun ia memiliki ibadah sebanyak ibadahnya seluruh mahluk dari
kelompok jin dan manusia.
e.
Tidak
syirik bil-ghauts. Kitab al-Anwarul Qudsiyah :
إِنَّ
اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَالمَشَايِخُ لاَيَغْفِرُونَ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِمْ.
اِذَا ماتَ الوَالِيُّ اِنْقَطعَ تَصَرَّفُهُ فِي الكَوْنِ مِنَ الاِمْدَادِ
وَاِنْ حَصَلَ مَدَدٌ لِلزَائِرِ بَعْدَ المَوْتِ اَوْقَضَاءُ حَاجَةٍ فَهُوَ مِنَ
اللهِ تَعَالَى عَلَى يَد القُطْب صَاحبِ الوَقْتِ يُعْطِي الزَائِرَ مِنَ
المَدَدِ عَلَى قَدْرِ مَقَامِ المَزُوْر
Ketika wali mati, maka karomahnya dalam kehidupan ini
telah berhenti apabila parapeziarah makam wali tersebut mendapatkan berkah, itu
(bukan dari karomah wali itu), melainkan berkah itu dari Allah yang dipancarkan
dari kekuatan wali Quthub (Al-Ghauts) penguasa waktu saat itu. Peziarah diberi
berkah sesuai kadar ketinggian derajat wali yang diziarahi.
c.
Sallab dan Jallab.
a.
Sallab
Hadis riwayat
Bukhari, Rasulullah
Saw bersabda :
مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيْرِهِ شَيْئًا
فَلْيَصبِرْ,فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيْتَةً
جَاهِلِيَّةً
Barangsiapa yang kurang senang terhadap sesuatu yang datang
dari Amirnya, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang keluar dari Amirnya
sejengkal saja, maka dapat mengakibatkan mati sebagaimana matinya orang kafir
jahiliyah.
Keluar dari barisan al-Ghauts Ra dapat menyebabkan mati sebagaimana
matinya orang kafir jahiliyah.
HR. Bukhari, Rasulullah Saw bersabda :
انّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ
مَنْ عَادَ لِي وَلِيًّا فَقَدْ اَذ
نْتُهُ بِالحَرْبِ
Sesungguhnya Allah SWT berfirman : Barang siapa yang
memusuhi kekasih-Ku, maka Aku (Allah)
menyatakan perang kepadanya“.
b.
Jallab
Imam al-Ghazali Ra dalam kitabnya Misykatul-Anwar,
dalam pasal I pada pembahasan “Nurul-Muthlaq”, menjelaskan :
وَهَذِهِ الخَاصَّة تُوجَدُ
لِلرُوْحِ القُدْسِي النَبَوِي أِذْ تُفِيْضُ بِوَاسِطَتِهِ أَ نْوَارُ
المَعَارِفِ عَلَى الخَلْقِ وَبِهِ تُفْهَمُ
تَسْمِيَةُ اللهِ مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرَاجًا مُنِيْرًا, وَالاَنْبِيَاءُ كُلُّهُمْ سِرَاجٌ,
وَكذَالِك العُلَمَاءُ
Dan “Nur al-Mutlah” ini diwujudkan khusus untuk ruh Nabi yang qudus
(suci). Sebab dari Ruh Qudus ini mengalirlah seluruh nur makrifat kepada
seluruh mahluk. Dan sebab Ruh Qudus ini pula dapat dipahami pemberian nama oleh
Allah kepada Nabi Muhammad Saw, dengan nama Sirajan Muniran (pelita yang
menerangi alam semesta). Dan semua Nabi adalah pelita, demikian pula ulama
(al-Ghauts).
مَنْ
أَطَاعَنِي فَقَدْ أَطَاع اللهَ وَمَنْ
عَصانِي فَقَدْ عَصَى اللهُ وَمَنْ
أَطَاع أَمِيْرِي فَقَدْ أطَاعَنِي
وَمَنْ عَصَى أَمِيْري فَقَدْ عَصَا نِي
Barang siapa yang taat kepada Amir –Ku berarti
ia taat kepada-Ku (Rasulullah), dan barang siapa taat kepada-Ku, berarti ia
taat kepada Allah. Dan barang siapa durhaka kepada amir (Ghauts)-ku, berarti ia
durhaka kepadaku.
Jenis-jenis Jallab dan sallab makhluk, antara
lain :
a.
Sallab
Jallab Malikat Jibril As.
Dalam hadits riwayat Bukhari dari
Anas Ibn Malik dijelaskan, ketika
menjalang keberangkatan mi’raj ke langit, malaikat Jibril atas perintah Allah Swt,
meningkatkan (jallaab) iman Rasulullah Saw. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw
فُرِجَ
عَنْ سَقْفِ بَيْتِي فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَفَرَجَ صَدْرِي ثُمَّ غَسَلَهُ بِمَاءِ زَمْزَمَ ثُمَّ جَاء بِطَسْتٍ مِنْ
ذَهَبٍ مُمْتَلِئٍ حِكْمَةً وَإِيْمَانًا فَأَفْرَغَهُ فِي صَدْرِي ثُمَّ
أَطْبَقَهُ
Atap rumah-Ku
terbuka, saat itu Aku berada di Makkah. Jibril turun dan membelah dada-Ku.
Kemudian mencucinya dengan air zamzam. Kemudian didatangkan satu bejana yang
terbuat dari emas, yang berisi hikmah dan iman. Lalu (iman dan
hikmah) jibril menuangkannya kedalam dada-Ku, kemudian (dada-Ku) jibril
menutupnya kembali.
Perbuatan Jibril As “menuangkan” iman dan hikmah kedalam dada Rasulullah Saw,
dapat dikatakan perbuatan Jalllab, yang secara lahiriyah dilakukan oleh
mahluk (Jibril As).
b.
Sallab
Jallab Rasulullah Saw.
Sahabat Dzul Khuwairitsah at-Tamimi memiliki keturunan yang merugikan Islam,
setelah menyakiti hati Rasulullah
Saw serta mendapat efek dari sallab jallab.
Sepulang dari perang Thaif dan Hunain, kaum muslimin mendapat ghanimah
yang banyak . Rasulullah Saw membaginya kepada para sahabat. Masing-masing
mendapatkan sesuai kadar pengabdian dan jasa yang mereka berikan. Namun dalam
pandangan al-Khuwairitsah, terdapat keputusan kurang adil, yakni kepada Abu
Sufan yang baru masuk Islam, mandapatkan bagian lebih besar bila
dibandingkan bagian Abu Bakar dan Umar,
yang notabene masuknya Islam lebih dahulu. Kepada Rasulullah Saw al-Khuwasirah
berkata : Wahai Muhammad, berbuat adillah kamu. Beliau Saw menjawab : Mana mungkin manusia akan berbuat adil, jika aku tidak berbuat adil.
Umar bin Khatthab ketika melihat kejadian ini, berdiri serta berkata :
Wahai Rasulullah Saw, biar aku pukul. Beliau Saw bersabda : Biarkan orang itu.
Mendengan ucapan Umar, Dzul Khuwasirah
pergi meninggalkan ruang persidangan. Kemudian Rasulullah Saw bersabda : Akan lahir dari keturunan orang ini kaum yang membaca al-Qur’an,
tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam
seperti keluarnya anak panah yang menembus binatang buruan. Mereka memerang
orang Islam serta membiarkan kaum penyembah berhala. Jika aku menemui mereka
niscaya kepenggal lehernya, seperti halnya kauj Ad (HR. Muslim).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Muslim juga, Rasulullah Saw
bersabda : Mereka
itu sejelek-jelek makhluk, bahkan sejelek-jelek binatang. Mereka tidak termasuk
golongan-Ku, dan Aku tidak termasuk golongan mereka.
Lahirnya keturunan buruk dari Dzul Khuwaisirah, secara hakiki disebabkan
dari sallab jallabnya Allah Swt semata, yang dipancarkan melalui Rasulullah
Saw.
c.
Sallab
Jallab Para Waliyullah Ra :
Sebelum Wali Songo memperjuangkan Islam di
Indonesia, masarakat tidak memiliki keimanan kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw.
Dan setelah mereka berjuang di Indonesia dan khususnya tanah Jawa, masarakat
hatinya memiliki keimanan kepada Allah Swt wa Rasulihi Saw. Iman masarakat
dapat dikatakan sebagai Jallab para waliyullah tersebut.
Al-Ghauts Ra
dan para waliyullah menjaga
(dengan doa dan sirri batiniyah) kelestarian alam semesta.
HR. Imam Ahmad, Thabrani dan
Abu Nuaim dari ‘Ubadah Ibn As Shamit, Rasulullah Saw bersabda :
لاَ يَزَالُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُوْنَ
بِهِمْ تَقُومُ الاَرْضُ وَبِهِمْ يُمْطَرُوْنَ وَبِهِمْ
يُنْصَرُون
Tidak sepi dalam ummat-Ku, dari tigapuluh orang. Sebab mereka bumi
tetap tegak, manusia diberi hujan, dan manusia tertolong.
Demikian pula dalam keyakinan setiap pengamal tarekat (apapun jenisnya), misalnya tarekat “Qadiriyah”
meyakini Syeh Abdul Qadir memiliki karomah Sallaab dan Jallab. Sebagaimana yang disamapiakan oleh Syeh Abdul Qadir berkata :
أَنَاَ سَلاَّبُ
الاَحْواَلِ
– Aku
adalah pencabut kondisi batiniyah seseorang.
(Kitab
Lujain ad-Daani, bab “fatwa dan karamah”).
Dalam kitab al-Fatawi
al-Haditsiyah, Imam Ibnu Hajar al-Haitami, menerangkan : Syeh Ibnu as-Saqaa,
menjadi murtad setelah menyakiti hati dan suul adab kepada al-Ghauts fii
Zamanihi Syeh Abu Ya’kub Yusuf al-Hamadzani Ra (guru al-Ghauts fii Zamanihi
Syeh Abdul al-Jailani Ra).
d.
Sallab
Jallab Para Ulama.
Setiap daerah yang ditempati
oleh seorang ulama, sudah tentu iman dan ketekunan ibadah masarakat akan
meningkat. Ini dapat dikatakan sebagai karomah Jallab yang dimiliki oleh
setiap ulama.
. Para ulama mengatakan : menegakkan
shalat adalah melaksanakan shalat secara lahir (sebagaimana dalam ilmu fiqih)
dan secara batin (menghayati dan megamalkan makna ucapan dan perbuatan dalam
shalat). Menegakkan shalat secara semestinya
dapat menjauhkan dari prilaku mungkar.
إنَّ الإنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا
إِذَامَسَّهُ الشَرُّ جَزُوعًا وَإِذَامَسَّهُ الخَيْرُ مَنُوعًا
إِلاَّالمُصَلِّيْنَ.
الذِيْنَ هُمْ عَلَى صَلاَتِهِمْ دَائِمُون.
Sungguh manusia diciptakan bersifat
keluh kesah lagi kikir. Ketika mendapat kesusahan ia berkeluh kesah. Dan ketika
mendapat kenikmatan ia amat kikir. Kecuali orang yang menegakkan shalat. Yaitu,
orang-orang yang melaksanakan shalat secara terus-terus (Qs. Al-Ma’arij : 19–27).
. Dalam kitab Muhtashar
Ihya’-nya Imam Ghazali, pada bab I, (tentang Ilmu) pasal ulasan “afat
ilmu”, Imam Hasan al-Bashri
berkata : عُُقُوبَةُ العُلمَاءِ مَوْتُ القَلْبِ وَمَوْتُ
القَلْبِ طَلَبُ الدُنْيَا بِعَمَلِ الاخِرَةِ : Siksaan bagi para ulama itu matinya
hati. Matinya hati itu mencari dunia dengan amalan akhirat.